Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% pada tahun 2029 tidak mudah di tengah rendahnya daya beli masyarakat, pengetatan dan efisiensi anggaran, serta melemahnya sektor industri.
Kendati begitu, ekonom melihat target itu tetap bisa dicapai dengan catatan pemerintah memberikan perlindungan terhadap sektor industri dalam negeri, selain selain memberikan stimulus berupa paket kebijakan yang bisa membangkitkan daya beli.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menekankan bahwa seluruh sektor ekonomi harus berkontribusi terhadap pertumbuhan tersebut. Oleh arena itu, industri-industri penyokong perekonomian Indonesia selama ini bisa didorong untuk mencapai target itu.
"Semua sektor harus tumbuh bersama-sama dengan lebih baik, khususnya sektor industri yang bisa menciptakan nilai tambah yang lebih besar," ujar Piter, Minggu (16/4).
Baca Juga: Prabowo Terbitkan Paket Stimulus Ekonomi untuk Dongkrak Daya Beli Masyarakat
Menurut Piter, peningkatan efisiensi dan mendorong investasi yang lebih merata di berbagai sektor, termasuk dalam hal pengembangan sumber daya manusia (SDM), sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kata dia, produktivitas juga harus diperbaiki, termasuk dalam hal pengembangan SDM.
Dia melihat industri tembakau merupakan salah satu sektor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, mampu menyumbang penerimaan negara dan menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja.
Dia mengatakan, Industri tembakau melibatkan rantai nilai yang panjang, mulai dari petani tembakau, pengolahan, hingga distribusi dan penjualan. Hal ini menciptakan efek berganda yang besar bagi perekonomian nasional dan daerah.
Industri tembakau juga memberikan kontribusi besar melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT). Penerimaan hasil tembakau menyumbang Rp216,9 triliun pada tahun 2024 atau tumbuh sekitar 1,6% secara tahunan. Sementara pada tahun 2025, pemerintah menargetkan penerimaan CHT sebesar Rp 230,09 triliun, menjadikannya kontributor utama dalam total pendapatan cukai.
Baca Juga: Ancaman PHK Massal Mengintai Sejumlah Sektor Industri di Indonesia
Piter berharap menerapkan kebijakan yang berimbang dan tidak menekan demi menjaga stabilitas penerimaan negara. Menurutnya, kebijakan fiskal dan non-fiskal yang adil penting untuk memastikan keberlangsungan industri tembakau, sehingga dapat berkontribusi terhadap penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia tahun 2024 tumbuh 5,03% secara tahunan, sedikit melambat dari 5,05% pada 2022 dan lebih rendah dari trate sebesar 5,2%.
Selanjutnya: Perkuat Pemberantasan Judi Online, Pemerintah akan Terbitkan PP
Menarik Dibaca: 4 Cara Menggunakan Garam Himalaya untuk Kulit dan Rambut, Bisa untuk Eksfoliasi!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News