kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sejumlah poin ini menjadi sorotan DPR dalam revisi RUU Cipta Kerja


Selasa, 01 September 2020 / 21:00 WIB
Sejumlah poin ini menjadi sorotan DPR dalam revisi RUU Cipta Kerja
ILUSTRASI. Sebagian kawasan pegunungan berubah menjadi lahan perkebunan di Kawasan Pegunungan Kebun Kopi, Sulawesi Tengah, Rabu (13/5/2020). Pembukaan lahan dengan membabat hutan berpotensi mengakibatkan longsor serta bencana lainnya serta mengancam keberadaan satwa


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Badan Legislasi mengagendakan lanjutan pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Cipta Kerja. Baleg membahas sejumlah poin-poin usulan revisi UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Sejumlah poin usulan revisi UU 41/1999 menjadi sorotan Baleg. Setidaknya terdapat empat poin yang menjadi perdebatan antara pemerintah dan DPR.

Pertama, poin dalam pasal 15 UU 41/1999 yang berisi tentang pengukuhan kawasan hutan. Pemerintah mengusulkan pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan koordinat geografis atau satelit.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono, mengatakan, usulan itu pengukuhan kehutanan tidak bisa dengan manual.

Baca Juga: Daftar negara Amerika Latin dan awal mula istilahnya

Teknologi satelit yang memungkinkan batas-batas hutan bisa selesai. Menurut dia pengaturan penggunaan teknologi ini harus masuk dalam UU. Dengan selesainya pengukuhan hutan, peta rencana detil tata ruang (RDTR) dan peta rencana tata ruang wilayah (RTRW) selesai.

“Teknologi satelit yang menjamin tanda batas selesai,” kata Bambang saat rapat pembahasan DIM RUU Cipta Kerja di Baleg, Selasa (1/9).

Anggota Panja Andreas Eddy Susetyo mengatakan, yang jadi permasalahan selama ini adalah adanya konflik dengan masyarakat adat. Sebab itu, Ia meminta harus ada konsultasi publik dalam pengukuhan kawasan hutan. Baleg mengkhawatirkan adanya hak masyarakat adat yang terganggu dengan adanya hal tersebut.

Staf Ahi Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) Elen Setiadi mengatakan, partisipasi publik dalam pengukuhan kawasan hutan sudah ada dalam pasal 11 ayat 2 yang berbunyi Perencanaan kehutanan dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat, partisipatif, terpadu, serta memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah.

Baca Juga: Menteri Agama: Pendirian pesantren merujuk UU Pesantren, tak ada sanksi pidana

Kedua, poin tentang luas kawasan hutan yang harus dipertahankan. Pemerintah mengusulkan revisi pasal 18 ayat 2 menjadi “Pemerintah Pusat mengatur luas kawasan yang harus dipertahankan sesuai kondisi fisik dan geografis DAS dan/atau pulau.”

Poin ini menjadi sorotan Baleg karena dalam UU 41/1999 pasal 18 ayat 2 sebelum usulan revisi berbunyi “Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional.”




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×