Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan bahwa sejak Presiden Prabowo Subianto menjabat, tren kenaikan imbal hasil surat utang pemerintah Indonesia berpotensi membebani anggaran negara.
Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah untuk tenor 10 tahun ini telah mencapai lebih dari 7%. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan bunga utang tertinggi di Asia Tenggara.
"Artinya kalau imbal hasilnya 7% lebih, ini akan berkorelasi dengan bunga utang pemerintah yang akan semakin berat," ujar Bhima dalam Konferensi Pers, Selasa (21/1).
Bhima menyebut, pada tahun 2025, pemerintahan Prabowo harus menghadapi utang jatuh tempo sebesar Rp 550 triliun dan total kebutuhan pembayaran utang mencapai Rp 1.380 triliun.
Baca Juga: Pemerintah Godok Aturan Baru Terkait PPN Besaran Tertentu di Era Tarif 12%
Menurutnya, bunga utang yang tinggi ini mencerminkan risiko yang meningkat pada profil surat utang pemerintah, yang dipengaruhi oleh ketidakpastian kebijakan fiskal dan ekonomi.
"Yang jelas dari bunga utang yang tinggi ini mengindikasikan beberapa hal, salah satunya adalah ada ketidakpastian kebijakan yang membuat profil dari risiko surat utang pemerintah ini meningkat," katanya.
Ia juga menilai beberapa kebijakan yang dianggap memperburuk situasi, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai membebani anggaran, ketidakpastian investasi seperti Apple yang belum terealisasi, serta maju mundurnya kebijakan PPN 12%.
"Meskipun kebijakan PPN 12% dibatalkan, faktanya harga-harga barang sepanjang Januari sebagian itu sudah menggunakan PPN 12%," katanya.
Kondisi ini memengaruhi persepsi investor terhadap surat utang Indonesia. Dengan begitu, investor akan meminta imbal hasil yang lebih tinggi untuk mengompensasi risiko yang mereka tanggung.
"Ini akan tercermin dalam risiko dari imbal hasil surat utang yang akan ditawarkan kepada para kreditur, para investor di market atau di pasar. Begitu juga ada inkonsistensi dari sisi politik, kemudian juga beban fiskal tadi," pungkasnya.
Selanjutnya: Era Baru Perang Dagang Trump Dimulai, Ancam Tarif untuk UE dan Ultimatum bagi China
Menarik Dibaca: Promo Imlek Kartu Kredit Mandiri Maystar Diskon hingga Rp 688.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News