Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah tengah menggodok Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) untuk mengatur penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) besaran tertentu dalam era kebijakan tarif 12%.
Penyuluh Pajak Ahli Madya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Yudha Wijaya mengatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan berbagai aspek agar kebijakan ini tetap selaras dengan aturan sebelumnya dan arahan Presiden Prabowo Subianto.
Ia mencontohkan, seperti pengenaan PPN Kegiatan Membangun Sendiri (KMS), di mana berlaku sebesar 20% dari tarif PPN yang berlaku umum.
Dengan pemberlakuan tarif menjadi 12%, pemerintah mempertimbangkan apakah aturan ini akan disesuaikan atau tetap berlaku.
"Itu nanti apakah 12%? Atau nanti akan ada katalis lain, karena ketika dia menggunakan tarif 12% di sini ada gesekan dengan kebijakan bapak Presiden bahwa tarif 12% hanya berlaku untuk penyerahan barang kena pajak yang berkategori mewah," ujar Yudha dalam Webinar Bijak yang digelar MUC Consulting, Senin (20/1).
Baca Juga: 100 Hari Pertama, Prabowo Lebih Baik Dari Jokowi, Tapi Sejumlah Menteri Bermasalah
Saat dikonfirmasi, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti menambahkan bahwa pembahasan mengenai RPMK tersebut sedang dilakukan pembahasan.
"Dapat kami sampaikan bahwa pembahasan mengenai RPMK atas peraturan perpajakan berkaitan dengan barang dan jasa tertentu sedang dilakukan," kata Dwi kepada Kontan.co.id, Selasa (21/1).
Sementara itu, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai bahwa pemerintah memang perlu segera menerbitkan regulasi baru yang mengatur PPN besaran tertentu dan nilai lain, yang sejauh ini belum tercakup dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024.
Wahyu menjelaskan, transaksi terkait PPN besaran tertentu dan nilai lain memang sudah memiliki peraturan khusus yang terpisah.
"Jadi, tidak masuk ke pengaturan PMK 131/2024. Artinya, tidak menggunakan DPP 11/12. Sehingga, secara general memang tarif efektifnya naik, mengikuti kenaikan tarif umumnya, sebesar 12%," kata Wahyu.
Ia berharap agar aturan teknis dalam bentuk PMK ini bisa segera terbit sehingga memberikan kepastian hukum yang jelas.
"Semoga PMK-nya segera terbit, untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak dalam memenuhi hak dan kewajibannya," imbuhnya.
Sebagai informasi, Pasal 2 PMK 131/2024 menyatakan tarif PPN sebesar 12% langsung dihitung dari harga jual atau nilai impor untuk barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah.
Baca Juga: Sejak 2020, Penerimaan Pajak Digital Tembus Rp 32,32 Triliun, Fintech Paling Besar
Kemudian, Pasal 3 PMK 131 Tahun 2024, PPN untuk BKP non-mewah dan jasa kena pajak (JKP) dihitung dengan dasar pengenaan pajak (DPP) berupa 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian, sehingga menghasilkan tarif efektif PPN sebesar 11%.
Hanya saja, pada Pasal 4 beleid yang sama, ketentuan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 tidak berlaku untuk PPN yang terutang atas BKP/dan atau JKP dengan DPP berupa nilai lain dan besaran tertentu yang diatur dalam peraturan perpajakan terpisah.
Dengan begitu, tarif pengalinya meningkat dari 11% menjadi 12, sehingga menyebabkan kenaikan pada objek PPN besaran tertentu, salah satunya adalah Kegiatan Membangun Sendiri (KMS).
Selanjutnya: 2 Cara Update Google Chrome Terbaru di Laptop dan HP
Menarik Dibaca: Promo Alfamart Personal Care Fair 16-31 Januari 2025, Serum-Sampo Diskon hingga 40%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News