Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berjanji segera menerbitkan Daftar Prioritas Investasi (DPI) sebagai pengganti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal atau kerap disebut Daftar Negatif Investasi (DNI).
Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot mengatakan, saat ini hampir seluruh substansi DPI telah memasuki tahap finalisasi. Ia mengatakan, nantinya Perpres DPI akan terdiri dari lima lampiran.
Baca Juga: Harmonisasi kebijakan investasi dengan pemda, BKPM akan gelar Rakornas Investasi 2020
Pertama, lampiran tentang investasi yang diberikan fasilitas fiskal. Yuliot menjelaskan, lampiran I ini memuat beberapa bidang usaha yang menjadi prioritas pemerintah sehingga akan dibuka sepenuhnya untuk investasi asing dan diberikan insentif fiskal berupa Tax Holiday, Tax Allowance, pembebasan PPh impor, atau fasilitas fiskla lainnya.
Kedua, lampiran tentang investasi yang diberikan fasilitas non fiskal atau kemudahan dari sisi perizinan dan proses bisnis.
“Ini misalnya sektor pariwisata yang dalam hal perizinan bisa langsung efektif terutama untuk mengembangkan potensi destinasi pariwisata prioritas dan superprioritas. Pada dasarnya kemudahan izin berlaku untuk semua bidang, hanya ada yang ditambah dengan insentif fiskal ada yang tidak,” terang Yuliot saat ditemui Kontan.co.id, Senin (17/2).
Ketiga adalah lampiran tentang investasi yang diprioritaskan untuk investor domestik (PMDN) dan UMKM, termasuk mengatur wajib kemitraan antara PMA dengan sektor UMKM.
“Ini modifikasi dari lampiran II pada Perpres DNI yang berlaku saat ini. Jadi ada beberapa bidang usaha yang sudah banyak digarap oleh masyarakat kita terutama oleh UMKM sehingga tidak dibuka untuk asing atau diwajibkan kemitraan, misalnya bidang usaha ritel atau makanan minuman,” lanjut Yuliot.
Namun ia mengakui, lampiran III untuk DPI menjadi salah satu penyebab DPI yak kunjung terbit lantaran masih ada beberapa substansi yang belum selesai dibahas antar kementerian dan lembaga terkait lampiran ketiga tersebut. Selain mesti menyesuaikan dengan pengaturan Omnibus Law, lampiran ini juga menyangkut cukup banyak kepentingan.
Keempat, lampiran tentang investasi yang terbuka dengan persyaratan tertentu. Yuliot mengatakan, pada lampiran ini fokusnya adalah mengatur proporsi PMA pada sejumlah bidang usaha yang tentang penanaman modanya telah diatur dalam Undang-Undangnya tersendiri.
“Misalnya bidang hortikultura ada batasan PMA dalam UU sebesar 30%, sektor pelayaran batasannya 49%. sektor asuransi batasannya 85%, dan seterusnya. Selama Omnibus Law belum terbit, batasan yang diatur dalam UU masing-masing tetap berlaku,” kata Yuliot.
Terakhir, lampiran kelima tentang investasi yang ditutup mutlak pada enam bidang usaha seperti yang tertuang juga dalam salah satu pasal rancangan Omnibus Law Cipta Kerja.
Baca Juga: Buruh tolak Omnibus Law Cipta Kerja, BKPM: Investasi dan pekerja saling membutuhkan
Jumlah bidang usaha yang ditutup total dari penanaman modal dalam Perpres DPI berkurang dari sebelumnya 20 bidang usaha dalam Perpres DNI yang masih berlaku saat ini.
Yuliot menjelaskan pemerintah telah membahas dan mempertimbangkan pencabutan beberapa bidang usaha dari daftar negatif investasi. “Sepanjang tidak diatur dalam UU tersendiri dan memang ada kebutuhan di dalam negeri untuk keperluan bahan baku industri misalnya, maka kami coba buka untuk penanaman modal,” tandas Yuliot.
Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Bambang Adi Winarso mengatakan esensi dari penerbitan DPI adalah mengedepankan pendekatan berasas keterbukaan (positive approach) ketimbang sebelumnya dengan pendekatan negatif.
DPI juga lebih menegaskan perlindungan dan kesempatan berusaha yang lebih luas untuk UMKM, termasuk lewat mekanisme kemitraan. Selain itu, kebijakan pada bidang usaha lintas kementerian dan lembaga juga akan lebih terintegrasi, katanya.
“Bermitra ini bukan hanya dengan perusahaan asing, tapi juga dengan perusahaan besar di dalam negeri harus bermitra dengan UMKM. Tapi konteks kemitraan harus pada core business, bukan kemitraan untuk jasa catering perusahaan saja misalnya, tidak begitu,” terang Bambang.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, DPI rencananya terbit dalam waktu dekat.
“Ini terus dibahas tapi saya tidak bisa jelaskan lebih detail lagi karena itu sama saja mendahului Pak Presiden. Secepatnya terbit, paling tidak Maret mendatang,” tandas Bahlil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News