Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu fokus pemerintah dalam program reformasi perpajakan adalah perbaikan sistem. Untuk itu pemerintah akan membangun sistem IT yang disebut core tax administration system yang bisa meningkatkan pelayanan pajak dan mendukung penerimaan negara.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan, pada 2018 pemerintah memiliki dua modal yang bisa mendorong penerimaan pajak.
Dua modal itu ialah basis data dari amnesti pajak dan diselenggarakannya pertukaran data perpajakan di mana untuk nasabah domestik akan berlaku pada April 2018 dan internasional pada September 2018.
Namun demikian, dua modal utama ini belum tentu bisa kuat. Sebab, permasalahannya bukan hanya basis data dan info yang bisa di-collect, tetapi bagaimana pengoptimalannya.
“Bagaimana diletakkan dalam sistem compliance risk management (CRM) agar tepat di masing-masing WP? Kalau ada infonya, tapi otoritas belum bisa matching data, data ini ditakutkan tidak optimal,” kata Darussalam di Jakarta, Kamis (21/12).
Dirjen Pajak Robert Pakpahan yang akan ditunjuk menjadi Ketua Tim Reformasi Perpajakan menggantikan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo sebelumnya menyatakan, Ditjen Pajak akan membuat sistem perpajakan yang canggih, sesuai perkembangan teknologi terkini.
Namun, pihaknya masih menunggu Peraturan Presiden (Perpres) yang mendukung pembangunan core tax administration system baru itu. “Sedang dibuat Perpres-nya supaya pengadaannya dimungkinkan pada tahun 2018 dan kemungkinan di-develop pada 2019,” kata Robert.
Menurut Robert, dengan sistem ini diharapkan Ditjen Pajak akan dapat melaksanakan fungsi pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum perpajakan secara lebih efektif dan efisien.
“Coretax adalah sistem informasi perpajakan yang memungkinkan kami membangun sistem informasi perpajakan yang handal. Merekam SPT, mencatat taxpayer account, merekam pemeriksaan, menagih, dan menerima informasi dari luar baik informasi keuangan, pertanahan, mobil, aset lainnya untuk melakukan matching,” jelasnya.
Meski terhambat oleh pengadaan, menurut Darussalam, dalam agenda tax reform, soal sistem IT hanya salah satu hal saja. Baginya, penerapan CRM sudah bisa berlaku dengan apa yang sudah dimiliki oleh Ditjen Pajak saat ini.
“Sebenarnya Ditjen Pajak atas dasar program amnesti pajak itu seharusnya sudah bisa membuat profile WP, sudah bisa buat pola perilaku WP dalam konteks CRM. Jadi, IT hanya sifatnya memperkuat, tapi dengan modal dasar tadi sudah bisa, hanya saja tidak 100%,” katanya.
Darussalam menambahkan, yang penting di era kepatuhan yang kooperatif, WP bersedia menukarkan transparansi untuk mendapatkan kepastian, “Nah, bagaimana dengan data yang sudah ada dan akan didapatkan melalui AEoI dapat dikelompokkan perilaku WP dengan tepat. IT hanya sebagai pelengkap. Dengan kondisi yang ada harusnya kita bisa mulai lebih dulu,” ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News