kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penerimaan pajak 2018 dihadapan risiko domestik


Kamis, 21 Desember 2017 / 18:57 WIB
Penerimaan pajak 2018 dihadapan risiko domestik


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Danny Darussalam Tax Center (DDTC) memproyeksi target penerimaan pajak di 2018 akan sulit tercapai karena adanya berbagai risiko. Risiko tersebut berasal dari domestik maupun eksternal.

Pengamat perpajakan DDTC Bawono Kristiaji mengatakan, dengan adanya risiko tersebut, target penerimaan pajak 2018 kemungkinan kembali tidak tercapai. Estimasinya berkisar antara Rp 1.219,2 hingga Rp 1.242,1 triliun

“Ini hanya 85,6% sampai 87,2% dari target akan lebih merah dari tahun ini dengan setidaknya Rp 181,8 triliun shortfall. Ini harus jadi perhatian karena risiko fiskal di depan mata,” kata Bawono di Jakarta, Kamis (21/12).

Menurut Bawono, kondisi tersebut bisa mengakibatkan pelebaran defisit anggaran dari yang ditargetkan 2,19% terhadap PDB oleh pemerintah.

“Di saat bersamaan, kemewahan untuk menutup defisit anggaran dengan utang juga tidak sebaik tahun-tahun sebelumnya karena komitmen pengendalian rasio utang terhadap PDB, tekanan suku bunga serta risiko politik di 2018/2019,” jelasnya.

Padahal, pemerintah sudah memiliki dua modal besar untuk mengejar target penerimaan di 2018 karena telah mempunyai basis data hasil program pengampunan pajak dan data dari pertukaran informasi pajak yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak.

Namun, permasalahannya, menurut Bawono, bukan hanya basis data dan info yang bisa di-collect tetapi bagaimana dioptimalkannya dalam sistem compliance risk management (CRM) agar tepat sasaran bagi di masing-masing WP.

Adapun permasalahan lainnya yaitu semakin tidak adanya korelasi antara pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak. “Saya duga ada tax gap di sektor tertentu. Karena lubang di kebijakan atau administrasinya. Ini masalah tax buoyancy yang harus jadi perhatian,” kata dia.

Selain itu, suhu politik juga akan mempengaruhi penerimaan pajak di mana energi elit politik akan dihabiskan untuk isu kepemimpinan nasional. “Bisa saja mengurangi upaya mengawal agenda reformasi pajak,” ucapnya.

Dari sisi eksternal, menurut Bawono, tahun depan Indonesia akan dihadapkan dengan perubahan lanskap pajak global dengan adanya reformasi pajak Amerika Serikat (AS). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×