kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Reformasi pajak masih berkutat di SDM dan sistem


Kamis, 21 Desember 2017 / 06:03 WIB
Reformasi pajak masih berkutat di SDM dan sistem


Reporter: Siti Rohmatulloh | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kelanjutan reformasi perpajakan menjadi agenda utama Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan. Menurut Dirjen Pajak yang baru dilantik pada awal bulan ini, hanya dengan reformasi pajak, target penerimaan pajak 2018 sebesar Rp 1.423,9 triliun bisa tercapai. 

Dalam paparannya di hadapan pengusaha dalam seminar "Arah Kebijakan Pajak Tahun 2018" pada Rabu (20/12), Robert bilang, langkah pertama dalam reformasi pajak tahun depan adalah melalui perubahan struktur organisasi di Ditjen Pajak. Hal ini seiring perkembangan bisnis, termasuk e-commerce.

Kedua, Ditjen Pajak akan membuat sistem perpajakan yang canggih, sesuai perkembangan teknologi terkini. Robert mengatakan, sistem utama di Ditjen Pajak saat ini cukup tua dan lambat. "Sistem yang ada sudah diinstall sejak 2002," jelas Robert.

Rencananya, Ditjen Pajak akan membeli sistem komputer perpajakan yang tidak jauh berbeda dengan negara lain. Sistem itu juga akan dikembangkan sehingga terintegrasi dengan lembaga lain. Selain itu, reformasi pajak dilakukan dengan perbaikan pelayanan. "Pelayanan akan lebih mudah  secara administrasi, tapi pada saat bersamaan pengawasan tidak kendor," kata Robert tanpa merinci.

Selain reformasi perpajakan, pada tahun depan Ditjen Pajak juga akan menjalankan sejumlah strategi untuk mengoptimalkan penerimaan. Optimalisasi terutama terkait Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2017 tentang Penerimaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu. 

Dengan aturan ini, Ditjen Pajak akan memburu  wajib pajak yang masih memiliki harta yang belum dilaporkan, baik yang telah mengikuti tax amnesty ataupun yang tidak.  "Wajib pajak yang patuh, tidak perlu khawatir, karena aturan ini untuk wajib pajak yang nakal," tandas Robert.

Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahadalia menilai, strategi pajak memburu wajib pajak nakal membuat khawatir pengusaha dan wajib pajak lain. Dengan sistem pajak self assessment, pengusaha khawatir kantor pajak masih memburu wajib pajak yang patuh membayar pajak. "Seharusnya ada cara lain mendongkrak penerimaan pajak," terang Bahlil.

Pengusaha berharap Ditjen Pajak lebih optimal menempuh strategi ekstensifikasi daripada intensifikasi. Ditjen Pajak harus menjaring penerimaan dari pihak-pihak yang selama ini belum membayar pajak.

Mengingat, saat ini baru ada sekitar 36 juta wajib pajak yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Padahal, dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia, sebanyak 60 juta layak memiliki NPWP.

Ketua Umum Kadin Rosan P. Roeslani berharap, pengusaha yang taat pajak mendapatkan insentif, bukan malah dikejar-kejar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×