kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,60   5,02   0.56%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Saran ke pemerintah saat penerimaan pajak lesu


Minggu, 20 September 2020 / 18:39 WIB
Saran ke pemerintah saat penerimaan pajak lesu
ILUSTRASI. Petugas melayani warga yang melakukan pengurusan pajak di Kantor Pajak Sudirman, Jakarta, Selasa (25/08). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal menaikkan persentase diskon angsuran pajak penghasilan ( PPh) Pasal 25. Saat ini, pemerintah memberikan diskon


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Penerimaan pajak di tahun ini diprediksi bakal loyo atau tidak akan sampai target yang ditetapkan pada akhir tahun. Danny Darussalam Tax Center (DDTC) menilai pemerintah musti memanfaatkan potensi pajak dalam ruang lingkup perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).

Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan, sampai akhir Juli 2020, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 601,91 triliun. Angka tersebut tumbuh negatif 14,67% year on year (yoy).

Kontraksi tersebut semakin jauh dari proyeksi pemerintah yang hanya koreksi 10% terhadap realisasi tahun 2019.

Pencapaian penerimaan pajak dalam tujuh bulan pertama di tahun ini pun setara 50,21% dari total target akhir tahun. Dus, dalam waktu lima bulan pemerintah perlu mengejar sisa penerimaan pajak senilai Rp 596,91 triliun.

Baca Juga: Sri Mulyani: Ekonomi melemah, penerimaan pajak rawan shortfall

Pengamat Pajak DDTC Bawono Kristiaji mengatakan, potensi pajak yang bisa digali bisa dari sektor digital. Saat ini pemerintah telah mulai memungut PPN impor produk digital dan terus memperluas penunjukan pihak pemungut PPN.

“Hal yang perlu dipertimbangkan ialah mengoptimalisasi penerimaan pajak di sektor digital dalam negeri dan PPh perusahaan digital lintas-yurisdiksi,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Minggu (20/9).

Di sisi lain Bawono mengemukakan ada tiga kendala penting dalam upaya mencapai target penerimaan pajak 2020  yaitu situasi ekonomi, kebijakan, dan administrasi.

Bawono menilai tahun ini kondisi ekonomi merupakan sentimen paling krusial dalam menentukan realisasi penerimaan pajak. Dampak ekonomi akibat pandemi tercermin dari harga komoditas yang melemah, sehingga menyebabkan kinerja pajak sektor migas dan PPh Badan sektor pertambangan.

Kemudian, sepanjang tahun ini aktivitas ekonomi menurun, hal ini berimplikasi terhadap PPN khususnya dalam negeri.

Baca Juga: Hanya Rp 60 jutaan, lelang mobil sitaan pajak Toyota Avanza, ada 4 pilihan

“Sudah pasti bahwa tahun ini memang ruang gerak optimalisasi penerimaan pajak sulit untuk dilakukan. Perlambatan ekonomi secara natural mengurangi kontribusi pajak,” kata Bawono.

Dari sisi kebijakan perpajakan,sudah pasti pemerintah memilih agar tetap ekspansif. Pajak butuh direlaksasi agar perekonomian tidak terkontraksi terlalu dalam. Sementara administrasi wajib pajak beradaptasi ke cara digital, sejalan dengan pembatasan sosial.

Sampai dengan akhir tahun 2020, DDTC memprediksi penerimaan pajak akan terkontraksi sebesar minus 10% hingga minus 14% terhadap penerimaan 2019. Artinya, shortfall penerimaan pajak bisa mencapai Rp 47,95 triliun dari target yang dicantumkan di Perpres 72/2020.

“Namun demikian, besar dugaan bahwa shortfall bisa saja membesar mengingat belum kuatnya tanda-tanda pemulihan ekonomi,” kata Bawono.

Selanjutnya: Kemenkeu targetkan penerimaan dari pemanfaatan BMN capai Rp 400 miliar di tahun 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×