Reporter: Noverius Laoli | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat harus berhadapan dengan calon anggota legislatif yang gagal melenggang ke Senayan. Soalnya KPU salah menempatkan nomor urut di kertas suara. Muswhida caleg dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) tersebut menuding KPU melakukan perbuatan hukum.
Kuasa Hukum Muswhida, Hakim Torong mengatakan dalam sosialisasi yang dilakukan KPU, kliennya diberitahukan berada pada nomor urut 5 pada pemilihan anggota legislatiglf 9 April 2014 lalu. Karena itu, Muswhida pun mulai melakukan kampanye dan mencetak kaus, kalender, sticker, kartu nama, bendera, benner dan spanduk memakai nomor 5.
"Saat pemilu tanggal 9 April 2014 di papan pengumuman di setiap pemungutan suara di wilayah daerah pemilihan IX Jawa Timur, terlihat jelas nama dan nomot urut 5 untuk klien kami," ujarnya saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (4/7).
Namun ternyata saat pelaksanaan pemilu dalam kertas surat suara, nama dan nomor urut Muswhida menjadi nomor urut 6. Nomor tersebut tidak sesuai dengan nomor urut yang sudah ditetapkan yakni 5.
Sementara nomor urut 5 diisi nama lain yakni H.Mohammada Aly Shobat. Lebih parah lagi, Muswhida mengaku nama tersebut tidak pernah ditetapkan sebagai caleg nomor urut 5 dari Partai Hanura.
Dengan fakta tersebut, Hakim menuding KPU telah lalai menempatkn nomor urut Muswhida di kertas suara pencoblosan. Hal itu telah merugikan Muswhida karena berakibat tidak mendapatkan suara dalam pemilu April lalu.
Dengan tidak terpilihnya Muswhida menjadi anggota DPR periode 2014-2019, Hakim bilang kliennya merasa malu kepada rekan dan simpatisan. Soalnya setiap bersosialisasi ia menyebut nomor 5 tapi di hari pencoblosan menjadi nomor 6.
Akibat kelalaian KPU tersebut, Muswhida mengklaim mengalami kerugian materil sebesar Rp 5 miliar. Kerugian itu berasal dari biaya kampanye dan gaji yang mungkin diterima bila terpilih jadi anggota DPR. Sementara kerugian immateril sebesar Rp 10 miliar akibat hilangnya waktu dan menyebabkan anaknya tidak lulus SMP karena tidak terurus selama kampanye.
Sengketa ini telah memasuki masa mediasi. Namun Hakim mengatakan mediasi gagal pada pertemuan pertama. Maka perkara akan dilanjutkan dengan memeriksa pokok perkara.
Atas gugatan tersebut, Biro Hukum KPU Pusat, Sinar mengatakan KPU akan mengikuti proses pengadilan sebagaimana mestinya. Sinar bilang masih terbuka upaya mediasi. Sidang dengan pimpinan majelis hakim, Badrun Zaini, akan dilanjutkan pasca mediasi. "Kita ikuti saja prosesnya," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News