Reporter: Yudho Winarto | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Sidang lanjutan perkaran tuduhan penyalahgunaan kanal 3G di frekuensi 2.1 GHz berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kamis (14/3). Sidang menghadirkan M. Rahmat Widayana, Direktur Operasi Sumber Daya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai saksi fakta.
Dari keterangan saksi, menurut Direktur Eksekutif Masyarakat Telematika (Mastel) Eddy Thoyib, semakin gamblang fakta yang terungkap dari berbagai kesaksian yang diberikan di persidangan ini, bahwa tidak ada hal hal yang dilanggar oleh IM2 dan Indosat. “Semakin jelas bahwa kerjasama penyelenggaraan 3G antara Indosat dan IM2 tidak melanggar Undang-Undang,” kata Eddy, usai persidangan, Kamis (14/3).
Dalam keterangan di persidangan, Rahmat Widayana menegaskan, bahwa kerjasama Indosat dan IM2 telah sesuai regulasi. “Indosat sebagai penyelenggara jaringan menyewakan jaringan ke penyelenggara jasa telekomunikasi, dalam hal ini IM2. Hal itu telah sesuai regulasi, dan memang begitu aturan dalam Undang-Undang Telekomunikasi,” katanya.
Sebagai pemenang lelang 3G pada tahun 2006 bersama PT XL Axiata Tk dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), Indosat telah memenuhi kewajibannya kepada negara, yakni biaya up front fee Rp 360 Miliar, Bea Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi pada tahun pertama Rp 180 miliar dan selanjutnya bayar BHP setiap tahun, serta bayar BHP Program Universal Service Obligation (USO) untuk program pengembangan internet di daerah terpencil.
“BHP Indosat selalu dibayar tepat waktu per tahun. Sebab bila telat kena denda 2 persen per bulan. Bila ingkar bayar, maka akan terkena sanksi administratif sesuai Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan pajak (PNBP) yang akan berlaku. Bukan Undang-Undang Tipikor,” tandasnya.
Rahmat menambahkan, Indosat dan IM2 tidak menggunakan frekuensi bersama. Sebab, tidak mungkin ada penggunaan frekuensi bersama dalam waktu dan lokasi yang sama. “Bila ada penggunaan frekuensi bersama, maka kanal frekuensi tersebut akan tidak berfungsi,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Eddy Thoyib menandaskan, selayaknya Majelis Hakim Tipikor tidak perlu berlama-lama memutuskan sidang IM2. Sebab, sejatinya hampir semua saksi di persidangan menegaskan bahwa tidak ada yang salah dalam kerjasama Indosat dan IM2 tersebut. Bila perkara ini berlarut-larut, dampaknya akan sangat besar terhadap industri.
Bahkan, menurut Eddy, kalangan perbankan nasional juga meresahkan kasus IM2. Dalam perbincangan dengan anggota Direksi bank nasional, Eddy menyebut, perbankan juga mencemaskan proses yang sedang berlangsung di Tipikor ini, karena bilamana kerjasama antara Indosat dan IM2 di kriminalkan, maka seluruh bank bisa-bisa tidak dapat lagi memberikan layanan ATM dan mobile banking.
“Hal tersebut mengingat seluruh bank mempergunakan jaringan transmisi yang dimiliki oleh para penyelenggara jaringan untuk menopang layanan ATM dan Mobile Banking,” tandasnya.
Untuk diketahui, pada persidangan sebelumnya, Kamis (7/3) pekan lalu, saksi-saksi juga menegaskan kerjasama Indosat dan IM2 telah sesuai regulasi. “Sepanjang periode kerjasama Indosat dan IM2 pada 2006 – 2011, Indosat dan IM2 telah memenuhi semua kewajiban. Di kami ada evaluasi tahunan dengan sistem Pencocokan dan Penelitian (Coklit) pembayaran untuk mencocokan pembayaran ke negara itu. Secara prinsip tidak ada masalah dan tidak pernah ada teguran dari Kemenkominfo soal pembayaran BHP Frekuensi, Jastel, dan USO,” kata Manajer Collection and Vast PT Indosat Tbk Budi Dartono, yang menjadi saksi dalam perkara ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News