Reporter: Amal Ihsan Hadian | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) mengapresiasi dan mendukung putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menolak gugatan intervensi Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dalam kerjasama PT Indosat Tbk dan Indosat Mega Media (IM2). Putusan PTUN yang ditetapkan pada hari ini (5/3), semakin memperkuat posisi Indosat-IM2 dalam dugaan kasus korupsi yang dituduhkan oleh Kejaksaan Agung.
“Keputusan PTUN itu sangat tepat. Bila gugatan MAKI sampai dikabulkan maka akan menjadi preseden buruk bagi perkembangan industri telekomunikasi Indonesia. Mastel memberikan apresiasi tinggi kepada majelis hakim PTUN,” tandas Direktur Eksekutif Mastel Eddy Thoyib. Menurut Edy, putusan PTUN sangat krusial.
Eddy menjelaskan, kerjasama Indosat-IM2 merupakan praktik kerjasama yang lazim dilakukan di Industri Telekomunikasi. Saat ini terdapat sekitar 280 Internet Service Provider (ISP), yang memiliki model bisnis seperti halnya kerjasama Indosat-IM2. Praktik bisnis tersebut dapat berjalan lantaran model bisnisnya diijinkan oleh regulator. Itu sebabnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai regulator di sektor telekomunikasi berualangkali menegaskan bahwa Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PT Indosat dan IM2 sesuai regulasi.
Menurut Ketua majelis hakim PTUN Bambang Heryanto, ada beberapa alasan yang mendasari penolakan gugatan intervensi MAKI ini. Pertama, MAKI tidak bisa dianggap lembaga yang legal karena tidak memiliki badan hukum, tidak terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kedua, MAKI tidak memiliki kepentingan untuk masuk dan melakukan gugatan intervensi.
Ketiga, MAKI tidak punya kepentingan langsung atas terbitnya laporan audit BPKP yang menjadi pertimbangan utama dalam penetapan kasus dugaan korupsi kerjasama Indosat-IM2. Selain menolak gugatan intervensi, majelis Hakim PTUN juga mewajibkan MAKI untuk membayar biaya perkara dari gugatan intervesi yang dilakukan.
Sebelumnya, MAKI melakukan gugatan intervensi menyusul laporan hasil audit dalam rangka perhitungan kerugian negara atas dugaan tindak pidana korupsi dalam kerjasama PT Indosat-IM2. Koordinator MAKI, Boeyamin Saiman mengungkapkan, gugatan intervensi dilayangkan lantaran Indosat dan IM2 menghambat proses penegakan hukum penanganan tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung.
Sebelumnya, PTUN Jakarta telah memutuskan bahwa objek sengketa berupa kerugian negara sebesar Rp 1,3 trilun yang dihitung oleh BPKP dalam perkara penggunaan frekuensi Indosat-IM2, dinyatakan tidak berlaku sampai ada putusan hukum yang tepat. Putusan sela tersebut dibacakan Hakim ketua PTUN Bambang Heriyanto pada persidangan gugatan yang diajukan Indar Atmanto (mantan Direktur PT Indosat Mega Media atau IM2), Indosat dan IM2 kepada BPKP atas Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) yang dikeluarkan lembaga tersebut pada 7 Februari 2013 lalu.
"Mengabulkan permohonan penggugat 1 dan penggugat 2 dan memerintahkan tergugat untuk menunda laporan hasil audit kerugian negara sampai dengan ada putusan hukum tepat," ujar Bambang Heriyanto dalam sidang di PTUN Jakarta, Kamis (7/2).
Eddy menambahkan, putusan PTUN ini harus menjadi pertimbangan Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk memutuskan kasus IM2. ”Keputusan hakim PTUN ini menjadi angin segar dalam penanganan kasus kerjasama Indosat-IM2. Hakim Tipikor harus berani langkah berani seperti halnya yang telah dilakukan hakim PTUN,” tambah Eddy.
Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Samuel A Pangerapan menilai pemerintah tidak concern terhadap industri telekomunikasi di Indonesia. “Kriminalisasi terhadap Indosat-IM2 sangat serius mengancam industri telekomunikasi kita. Sayangnya, pemerintah tidak memiliki respon dan justru melakukan pembiaran terhadap kesalahan yang dilakukan Kejaksaan Agung,” kata Samuel A Pangerapan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News