kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.907.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.212   -17,00   -0,10%
  • IDX 6.865   -12,86   -0,19%
  • KOMPAS100 999   -3,55   -0,35%
  • LQ45 764   -2,07   -0,27%
  • ISSI 226   -1,00   -0,44%
  • IDX30 393   -1,12   -0,29%
  • IDXHIDIV20 455   -0,68   -0,15%
  • IDX80 112   -0,32   -0,28%
  • IDXV30 114   0,03   0,02%
  • IDXQ30 127   -0,74   -0,58%

RUU yang dibahas dinilai tak mendukung Jokowi


Kamis, 07 Mei 2015 / 21:36 WIB
RUU yang dibahas dinilai tak mendukung Jokowi
ILUSTRASI. Manfaat terong ungu untuk kesehatan.


Reporter: Handoyo | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) menuai kritik. Pasalnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sudah disahkan dalam rapat Paripurna hingga masa sidang III tidak sejalan dengan program prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pakar hukum tata negara Refli Harun menilai, pembahasan RUU yang berada di DPR lebih condong mengarah kepada kebijakan yang menjadi inisiasi dewan. Selain itu, RUU yang telah disahkan menjadi UU tersebut juga merupakan kebijakan yang membutuhkan pembahasan panjang.

Refli menilai, seharusnya DPR peka terhadap kebijakan yang diusung oleh Presiden. Seperti diketahui, dalam Nawacita yang diusung Presiden Jokowi beberapa sektor yang menjadi prioritas adalah pembangunan infrastruktur, ketahanan energi, dan pangan.

Hingga masa sidang III DPR yang berakhir pada akhir bulan April lalu, hanya empat RUU yang disahkan menjadi UU. Keempat UU tersebut adalah UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), UU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan, UU tentang Pemerintahan Daerah, dan UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dengan perundangan yang mendukung visi dan misi dari pemerintahan Jokowi, diharapkan program-program yang telah ditetapkan dapat berjalan maksimal dan tepat waktu. "Itu yang seharusnya menjadi prioritas. Kalau tidak nanti akan molor," kata Refli, Kamis (7/5).

Kinerja anggota DPR juga dinilai masih jauh dari memuaskan. Dengan hasil pembahasan RUU yang minim namun, anggaran finansial yang diterima oleh masing-masing anggota DPR sangatlah besar. Gambaran saja, untuk sekali reses setiap anggota dewan mendapat Rp 150 juta. Selain itu, dalam setiap kunjungan kerja (Kunker) anggota dewan memperoleh anggaran sekitar Rp 105 juta.

Masa reses anggota dewan juga dinilai terlalu banyak sehingga mengakibatkan produktivitas pembahasan RUU menjadi minim. Tahun ini saja, terdapat lima kali masa reses dengan jangka waktu sekitar satu bulan untuk setiap masa reses.

Hendrawan Supratikno, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR mengakui raihan UU yang disahkan tersebut jauh dari yang diharapkan. Padahal, tahun ini sebenarnya DPR telah menetapkan 37 RUU prioritas masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Ada beberapa alasan mengapa hanya sedikit UU yang disahkan oleh DPR hingga masa sidang III ini. Hendrawan bilang, beberapa faktor yang mengganggu pembahasan RUU tersebut adalah, pertama, kekisruhan antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (HIH) pada masa sidang I.

Selanjutnya pada masa sidang II, dualisme di tubuh partai seperti Golkar dan PPP juga menjadi penghambat pembahasan RUU. Banyaknya kegiatan-kegiatan internasional dimasa sidang III juga tidak luput dari hambatan pembahasan RUU.

Di masa sidang IV nanti, juga akan banyak hambatan dalam pembahasannya karena bertepatan dengan puasa dan Lebaran. Hendrawan sendiri memproyeksi hingga akhir tahun ini maksimal hanya 10 UU yang selesai disahkan.

Satu UU lagi yang menurut Hendrawan dapat segera disahkan pada masa sidang IV ke depan adalah RUU tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). "Tahun pertama ini, DPR masih mendapat rapor merah," kata Hendrawan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×