Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai negara kepulauan, Indonesia punya tantangan besar dalam membangun infrastruktur telekomunikasi. Tantangan tersebut antara lain adalah bagaimana cara menghubungkan infrastruktur telekomunikasi dari Sabang sampai Merauke.
Hal ini diakui Ketua Komisi 1 DPR RI, Meutya Hafid “Pada masa Pademi Covid-19 ini, kita merasakan adanya kesenjangan digital, kesenjangan informasi antara satu daerah dengan daerah lain yang membuat kita sadar bahwa ini menjadi Pekerjaan Rumah serius yang harus ditangani dengan segera,” ungkap Meutya dalam keterangan pers diterima Kompas.com, Sabtu (23/5/2020).
Baca Juga: Penerimaan pajak Rp 20 triliun bakal melayang karena penurunan tarif PPh badan
Dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah dan saat ini dibahas oleh DPR RI, juga mengatur dan menyederhanakan aturan tentang komunikasi, telekomunikasi dan informasi.
Meutya juga menyatakan, semua orang mempunyai hak yang sama atas informasi dan hak yang sama untuk berkomunikasi dari Sabang sampai Merauke. “Pasal 34 dalam draft RUU Cipta Kerja mengatakan bahwa infrastruktur pasif telekomunikasi dapat dipergunakan untuk menyelenggarakan komunikasi secara bersamaan dengan biaya terjangkau,” ungkap Meutya.
Menurut pasal 34 b RUU tersebut juga disebutkan pelaku usaha, yang memiliki infrastruktur pasif yang dapat dipergunakan untuk keperluan telekomunikasi, wajib membuka akses pemanfaatan infrastruktur pasif tersebut kepada penyelenggara telekomunikasi. Jadi tidak boleh lagi penyelenggara infrastruktur bangun tower lalu tidak digunakan dan diperuntukkan hanya untuk sendiri.
Model infrastructure sharing seperti ini, menurut Meutya adalah ciri-ciri telekomunikasi di negara maju, di mana infrastruktur dibangun bersama dengan cara sharing (berbagi) yang saling menguntungkan antara berbagai pihak.
Baca Juga: Pengamat sebut RUU Cipta Kerja layak didukung serikat pekerja, kenapa?
Selanjutnya diharapkan pembangunan infrastruktur telekomunikasi untuk mencakup seluruh wilayah Indonesia dapat dilakukan secara lebih efisien, lebih cepat, dan lebih menyeluruh. Meutya juga meyakini aturan ini akan dapat diterima baik oleh masyarakat karena penggunaan infrastruktur menara telekomunikasi yang tidak efisien dan dibangun masing-masing dianggap merusak estetika daerah.
“Namun dengan aturan ini, maka hal itu dapat mendorong estetika daerah menjadi lebih baik, dan tidak perlu membangun banyak menara pemancar telekomunikasi karena nanti akan bisa dilakukan dengan sharing,” tambah Meutya.
Pengaturan tersebut menurut politisi asal daerah pemilihan Sumatera Utara 1 ini, juga dapat menekan silih bergantinya penggalian kabel yang sering dikeluhkan para pengguna jalan dan trotoar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Meutya Hafid: RUU Cipta Kerja Penting untuk Infrastruktur Telekomunikasi Merata dan Terjangkau"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News