Reporter: Grace Olivia | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Perindustrian RI Airlangga tak menampik ekosistem rupiah yang tengah mengalami turbulensi saat ini hingga terus melemah. Ia menilai, kebijakan proteksionis di sejumlah negara, terutama Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu faktor utamanya.
Namun, ia juga masih optimistis iklim industri dan investasi dalam negeri masih tetap positif seiring dengan ekspektasi pengusaha dan minat investor yang masih tiggi terhadap Indonesia.
"Amerika tidak pernah begitu proteksionis seperti sekarang ini, alhasil banyak negara kena dampak termasuk Indonesia," tutur Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar dalam Seminar Fraksi Golkar tentang strategi menghadapi pelemahan rupiah, Rabu (3/10).
Kendati begitu, pelemahan rupiah menurut Airlangga tak serta merta menyeret kinerja industri secara keseluruhan. Hingga akhir kuartal-II 2018, ia menyebut beberapa industri masih tumbuh positif disertai dengan tingkat ekspor yang bertambah. Di antaranya, industri karet tumbuh 11,58%, industri makanan minuman tumbuh 8,67%, industri kulit alas kaki 11,38%, dan industri pakaian 6,39%.
"Perekonomian dalam negeri masih berjalan sesuai dengan yang tecermin dalam pertumbuhan ekonomi saat ini yaitu kisaran 5%," ujarnya.
Selain itu, tambahnya, investasi sektor manufaktur juga masih dalam kondisi yang positif. Menurutnya, investasi sektor manufaktur saat ini mencapai Rp 122 triliun, atau sekitar 33% dari total nilai investasi sebesar Rp 361 triliun.
Tambah lagi dengan investasi kekinian, seperti Apple Academy yang sudah buka di Serpong, dan selanjutnya buka di Surabaya bekerja sama dengan Universitas Ciputra. "Ada juga investasi beberapa perusahaan lain, terutama yang terkait dengan data centre," ujar Airlangga.
Adapun, ia juga menyebut, regulasi ke depannya akan terus mempertimbangkan revolusi industri ke-4 yang telah berjalan di Indonesia saat ini. Pasalnya, banyak negara maju yang pemerintahnya fokus berkoordinasi menghadapi revolusi digital saat ini, misalnya soal cukai e-commerce dan aturan tentang fintech dan perbankan.
"Salah satu yang diharapkan lahir dari pertemuan IMF dan Bank Dunia di Bali nanti setidaknya ada regulasi baru soal fintech yang akan menjadi arsitektur perbankan ke depan," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News