Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Sebelumnya, melalui dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia, lembaga itu meminta pemerintah RI untuk mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
Dalam dokumen itu disebutkan, Direktur Eksekutif IMF menyadari, Indonesia tengah fokus melakukan hilirisasi pada berbagai komoditas mentah seperti nikel. Langkah ini dinilai selaras dengan ambisi Tanah Air untuk menciptakan nilai tambah pada komoditas ekspor.
"Menarik investasi asing langsung dan memfasilitasi transfer keahlian dan teknologi," tulis dokumen tersebut, dikutip Selasa (27/6/2023).
Akan tetapi, Direktur Eksekutif IMF memberikan catatan, kebijakan itu harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut.
Kemudian, kebijakan tersebut juga harus dibentuk dengan tetap meminimalisir dampak efek rembetan ke wilayah lain.
Baca Juga: Soal Kebijakan Larangan Ekspor Nikel, Airlangga: Kita Mau Ekspor Nilai Tambah!
"Terkait dengan hal tersebut, para direktur mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan tersebut ke komoditas lain," tulis dokumen IMF.
Sebagai informasi, pemerintah telah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Langkah tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas nikel.
Kebijakan larangan ekspor bijih nikel mendapat penolakan dari Uni Eropa, dan Indonesia digugat ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO).
Pada Oktober 2022 lalu, Uni Eropa berhasil memenangkan gugatan terhadap Indonesia. Namun pada akhir tahun 2022 lalu, pemerintah pun memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Diminta Hapus Larangan Ekspor Nikel, Luhut Bakal Bertemu Bos IMF"
Penulis : Yohana Artha Uly
Editor : Erlangga Djumena
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News