Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) meyakini, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian akan membuat koperasi secara kelembagaan lebih tangkas, agile, dan adaptif dalam menjalankan berbagai jenis usaha hingga puluhan tahun ke depan.
"Tujuan yang hendak dicapai dari perubahan RUU Perkoperasian yakni mendorong koperasi menjadi lebih sehat, kuat, mandiri, dan tangguh," kata Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Ahmad Zabadi dalam keterangan tertulis, Kamis (17/8).
Pasalnya, revisi RUU Perkoperasian terdapat lima upaya dalam menjadikan koperasi agar bisa tangkas, agile, dan adaptif di masa kini dan di masa yang akan mendatang.
Pertama, membuka kesempatan dan mendorong koperasi dapat menyelenggarakan usaha/bisnis di seluruh lapangan usaha.
Kedua, meningkatkan pelindungan kepada anggota dan badan hukum koperasi dari berbagai potensi penyimpangan atau tindak pidana yang terjadi.
Baca Juga: RUU Perkoperasian Ditargetkan Bisa Diundangkan Akhir 2023
Ketiga, meningkatkan standar kepatuhan dan tata kelola yang baik sesuai dengan jati diri/identitas koperasi.
Keempat, memodernisasi kelembagaan koperasi sehingga lebih tangkas dan kompatibel dengan tantangan zaman. Dan kelima, memperkuat ekosistem perkoperasian pada umumnya dan simpan pinjam pada khususnya (dengan adanya Otoritas Pengawas Koperasi dan Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi).
Zabadi juga menggarisbawahi, revisi RUU tersebut akan memodernisasi koperasi di masa mendatang. Berbagai ketentuan diperbarui seperti keanggotaan, permodalan, dan tata kelola.
"Pada sisi modal diperkenalkan istilah modal anggota sebagai modal yang bersumber dari anggota dengan karakteristik dapat dinyatakan dalam satuan tertentu. Tujuannya untuk memotivasi anggota meningkatkan partisipasi modalnya. Kemudian dalam tata kelola diadopsi dua model yakni Jenjang Dua dan Jenjang Tunggal, di mana masyarakat dapat memilih salah satunya," ujar Zabadi.
Ketua Komite Indonesian Consortium For Cooperative Innovation (ICCI) Firdaus Putra memaparkan, banyak koperasi yang sedari awal pendirian tidak merumuskan model dan prospektus bisnisnya dengan baik. Sehingga koperasi cenderung dikelola sebagai aktivitas sambilan, bukan selayaknya perusahaan profesional.
Alhasil banyak pengurus koperasi yang tidak memperoleh honor. Terkonfirmasi dari survei yang diselenggarakan ICCI dengan responden 614 koperasi pada Juli 2022, menemukan sebanyak 40,5% pengurus dan 49,8% pengawas tidak menerima honorarium sama sekali.
"Kemudian sebagian besar menerima honor hanya di bawah dua juta rupiah, pengurus sebesar 44,3% dan pengawas sebanyak, 42,4%,” kata Firdaus.
Dalam survei itu, kata Firdaus, juga ditemukan fakta bahwa 70,1% koperasi tidak memiliki manajer/kepala operasional. Sehingga sulit membayangkan koperasi dikelola dengan serius dan sungguh-sungguh bila SDM kuncinya saja tidak memperoleh remunerasi yang layak.
"Hal itu yang harus diubah di masa mendatang melalui revisi RUU Perkoperasian," kata Firdaus.
Baca Juga: Ada Perluasan Lapangan Usaha Koperasi di RUU Perkoperasian, Ini Efeknya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News