kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Revisi UU KPK dinilai melemahkan, ICW desak Jokowi hentikan pembahasan


Kamis, 05 September 2019 / 18:53 WIB
Revisi UU KPK dinilai melemahkan, ICW desak Jokowi hentikan pembahasan
ILUSTRASI. Segel KPK


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

Kelima, KPK tidak lagi lembaga negara independen. Perubahan ini terjadi pada Pasal 3 UU KPK, jika sebelumnya ditegaskan bahwa KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun kali ini justru berubah menjadi lembaga Pemerintah Pusat yang dalam melaksanakan tugas dan wewenang melakukan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bersifat independen.

Keenam, KPK hanya dibatasi waktu 1 tahun untuk menangani sebuah perkara. Dalam Pasal 40 ayat (1) draft perubahan disebutkan bahwa KPK hanya mempunyai waktu 1 tahun untuk menyelesaikan penyidikan ataupun penuntutan sebuah perkara.

Hal ini menunjukkan ketidakpahaman DPR dalam konteks hukum pidana. Patut untuk dicermati bahwa jangka waktu tersebut hanya berlaku untuk masa daluwarsa penuntutan yakni dalam Pasal 78 ayat (1) KUHP yakni mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.

Baca Juga: Disetujui menjadi RUU usulan DPR, ini poin-poin revisi UU KPK

"Harusnya DPR memahami bahwa setiap perkara memiliki kompleksitas persoalan berbeda. Jika sebuah kasus dipandang rumit, maka sudah barang tentu penyidikan serta penuntutannya membutuhkan waktu yang cukup panjang. Ini semata-mata agar bukti yang diperoleh kuat untuk membuktikan unsur Pasal terpenuhi," ucap dia.

Ketujuh, menghapus kewenangan KPK untuk mengangkat penyelidik dan penyidik independen. Dalam draft perubahan dijelaskan pada Pasal 43 dan 45 bahwa KPK hanya berwenang mengangkat penyelidik dan penyidik yang berasal dari Kepolisian dan Kejaksaan. Hal ini mengartikan bahwa kehadiran penyidik independen akan dihilangkan.

Padahal Putusan MK tahun 2016 sudah menegaskan kewenangan KPK untuk mengangkat Penyidik di luar dari institusi Kepolisian atau Kejaksaan. Secara spesifik MK menyebutkan bahwa praktik merekrut penyidik independen merupakan sebuah keniscayaan karena hal yang sama juga dilakukan oleh ICAC Hongkong dan CPIB Singapura.

Lain hal dari itu penting untuk mencegah adanya loyalitas ganda ketika penyidik yang berasal dari insitusi lain bekerja di KPK.

Kedelapan, penanganan perkara yang sedang berjalan di KPK dapat dihentikan. Poin ini muncul pada Pasal 70 huruf c yang menyebutkan bahwa pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan Tindak Pidana Korupsi yang proses hukumnya belum selesai harus dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

Baca Juga: Perang dagang, riset, dan industrialisasi

Hal ini mengartikan perkara yang melebihi waktu 1 tahun maka harus dihentikan. Di sisi lain kita mengetahui bahwa saat ini KPK sedang menangani berbagai perkara dengan skala kerugian negara yang besar. Dapat dibayangkan jika UU ini disahkan maka para pelaku korupsi akan dengan sangat mudah untuk lepas dari jerat hukum.

Kesembilan, KPK tidak bisa membuka kantor perwakilan di seluruh Indonesia. Ini ditegaskan dalam naskah perubahan Pasal 19 yang menyebutkan KPK berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Padahal dalam UU sebelumnya ditegaskan bahwa KPK dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi.

Kesepuluh, syarat menjadi Pimpinan KPK mesti berumur 50 tahun. Poin ini dapat dikatakan tanpa adanya argumentasi yang masuk akal. Karena sebelumnya dalam Pasal 29 angka 5 UU KPK disebutkan bahwa usia minimal untuk menjadi Pimpinan KPK adalah 40 tahun.

Tentu ini menutup ruang bagi kaum muda yang memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam pemberantasan korupsi untuk dapat menjadi Pimpinan KPK.

Kesebelas, draft yang beredar tidak ditulis dengan cermat dan terkesan tergesa-gesa. Poin ini didasarkan pada Pasal 37 E yang mengatur mengenai Dewan Pengawas. Pada angka 8 tertulis bahwa Panitia Seleksi menentukan nama calon Pimpinan yang akan disampaikan kepada Presiden. Padahal pada bagian ini sedang membahas Dewan Pengawas, bukan Pimpinan.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×