Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Leo menyampaikan dalam praktiknya saat KPP mendampingi pemeriksaan PKP malah interpretasi yang salah kerap kali muncul. Otoritas perpajakan dinilai sering salah tafsir atas data yang dilaporkan.
“Rata-rata kasus dari perdagangan dan jasa, dari BUMN juga, kemudian pertambangan ada sedikit. Restitusinya dalam hal ini PPN,” kata dia.
Baca Juga: Jalan berbayar diklaim lebih efektif dibandingkan kebijakan ganjil genap
Sementara itu, Konsultan Pajak I Gede Arianta menambahkan dari pengalamannya pemeriksaan oleh otoritas perpajakan sering terjadi dispute tentang pemahaman peraturan perpajakan. Beberapa kali permohonan restitusi dari PKP yang dia tangani ditolak Kanwil maka dilanjutkan ke pengadilan pajak.
“Wajib Pajak menang di Pengadilan Pajak karena kualitas hasil pemeriksaan dapat dipatahkan wajib pajak. Artinya sering ditemukan ada grey area,” papar Arianta kepada Kontan.co.id, Selasa (19/11).
Dia memberikan contoh kasus restitusi PPN biasanya terkendala masalah faktur pajak atau bukti pungutan yang dibuat PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP) atau penyerahan jasa kena pajak (JKP) yang bisanya sudah benar sesuai ketentuan namun dianggap tidak benar oleh pemeriksa pajak.
“Kualitas hasil pemeriksaan mudah dipatahkan wajib pajak. Di sisi lain, poin pertimbangan atau penilaian dari peraturan menteri dan peraturan dirjen sudah cukup jelas,” ujar Arianta.
Arianta menegaskan pemerintah telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ-2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan Direktur Jenderal Pajak. Sehingga harapannya, aturan ini membimbing hasil pemeriksaan yang berkualitas dan dapat meminimalisasi sengketa pajak.