Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menganggarkan insentif perpajakan sebesar Rp 64,1 triliun dalam rangka penanggulangan dampak corona virus disease 2019 (Covid-19) untuk dunia usaha.
Nah, Rp 25,4 triliun di antaranya direncanakan untuk stimulus pajak pertambahan nilai (PPN) yang dibebaskan atau ditunda.
Berdasarkan draf Rapat Kerja (Raker) tertutup antara Kemenkeu dan Komisi XI DPR RI yang dihimpun KONTAN, materi Kemenkeu yang bertajuk Wacana Kebijakan Insentif Pajak Untuk Penanganan Covid-19 itu, stimulus PPN tersebut diharapkan tidak dimasukkan sebagai insentif periode ini.
Baca Juga: Alokasi anggaran Rp 70,1 triliun untuk mendukung industri belum jelas
Hal ini mengingat diperlukan pembahasan lebih lanjut karena adanya putusan Mahkamah Agung (MA).
Selain itu, Kemenkeu juga belum memperhitungkan dampak fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2020. Artinya, sebanyak 36,3% dari total anggaran stimulus perpajakan senilai Rp 70,1 triliun tersebut belum jelas.
Dalam materi Raker tertutup itu, putusan MA yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 Tahun 2015 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Baca Juga: Sri Mulyani: Pemerintah akan menyuntik insentif fiskal bagi sektor hiburan
Berdasarkan penelusuran KONTAN, PP Nomor 81 Tahun 2015 merupakan hasil gugatan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kandin) yang telah melakukan uji materi atas penerbitan PP Nomor 31 Tahun 2007 di mana terbukti bukan merupakan pelaksanaan dari pasal 16B Undang-Undang (UU) PPN.
Sebab dalam pasal tersebut hanya menyebutkan barang tertentu, akan tetapi dalam PP 31/2007 diartikan sebagai barang tertentu bersifat strategis. Hasilnya, MA mengabulkan permohonan KADIN dengan menerbitkan putusan MA Nomor 70P/HUM/2013.
Sehingga, sebagai pengganti PP 31/2017 terbitlan PP 81/2015.
Pengamat Pajak Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan bahwa jika pemerintah tetap ingin mengimplementasi insentif PPN dalam rangka Covid-19 tersebut maka harus melakukan perubahan atas PP 81/2015.
Baca Juga: Berikut rincian aturan perluasan insentif pajak dan pembebasan pajak bagi UMKM
“Memang ini riskan sekali. Nah itu, aspek hukumnya perlu dibahas lebih lanjut,” kata dia kepada Kontan.co.id, Minggu (10/5).
Kendati begitu, Fajry berharap insentif PPN ini dapat diberikan secepatnya. Sebab, rencana tersebut sebenarnya lebih efektif dibandingkan dengan insentif PPh.
“Tapi kalau waktunya sudah agak telat, efektivitas pasti berkurang. Pastinya sudah banyak perusahaan yang tak sanggup menahan solvabilitas duluan,” kata Farjy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News