Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Tingkat pembayaran pajak di Indonesia pada tahun 2015 mengalami perbaikan. Hal ini ditunjukan dengan membaiknya peringkat pembayaran pajak menurut studi yang dilakukan oleh Bank Dunia dan PwC, sebuah jaringn firma global, yang salah satu jasa yang diberikan adalah di bidang perpajakan.
Dalam laporan yang berjudul Paying Taxes 2017, peringkat pembayaran pajak Indonesia pada tahun 2015 berada di posisi ke-104 dari 190 negara. Peringkat ini membaik dibandingkan hasil studi tahun sebelumnya yang menempatkan Indonesia di posisi ke-160 dari 189 negara.
Tax legal service leader PwC Indonesia Ay Tjing Phan mengatakan, perbaikan posisi ini menunjukan kegiatan reformasi perpajakan di Indonesia telah berjalan. “Sistem perpajakan yang efisien, khususnya dalam hal restitusi dan pemeriksaan pajak, memungkinkan pemungutan pajak lebih mudah,” ujar Phan, Kamis (17/11) di Jakarta.
Adapun peringkat ini didasarkan oleh penilaian yang dilakukan teradap sejumlah indikator. Beberapa diantaranya adalah jumlah pajak yang dibayarkan, serta waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semua kewajiban tersebut.
Nah, menurut laporannya jumlah pembayaran pajak yang dilakukan oleh setiap wajib pajak di Indonesia dalam satu tahun mencapai 43 kali pembayaran. Sementara waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan semua pembayaran pajak itu mencapai 221 jam.
Indikator lainnya yang digunakan adalah total tarif pajak yang berlaku di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 30,6% naik dari 29,7%. Laporan ini juga memotret aktifitas yang dilakukan pasca wajib pajak melaporkan pajaknya, seperti waktu yang dihabiskan dalam melakukan restitusi dan lamanya audit atas pengajuan restitusi.
Nilai untuk kegiatan pasca pelaporan pajak di Indonesia sebesar 76,49. Angka tersebut cukup baik, mengingat ada di atas rata-rata nilai negara yang ada di kawasan Asia pasifik, sebesar 47.
Ay Tjhing menilai perbaikan ini akan berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Mengingat berbagai langkah yang dilakukan pemerintah maupun otoritas pajak dianggap menunjukan kegiatan reformasi perpajakan berlanjut.
Salah satunya, karena berbagai terobosan pelaporan pajak yang mulai menggunakan teknologi, seperti pembuatan e-filing atau e-SPT. Begitu juga dampak kebijakan tax amnesty dinilai bisa meningkatkan kepercayaan wajib pajak terhadap otoritas pajak.
Sementara itu Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak, Yon Arsal mengatakan, salah satu faktor yang dianggap mengurangi penilaian terhadap Indonesia adalah lamanya proses restitusi. Untuk itu, pemerintah menginginkan adanya suatu sistem yang bisa mempercepat proses restitusi.
Diantaranya dengan membuat manajemen risiko atas setiap proses pengajuan restitusi. Misalnya dengan membuat ukuran-ukuran tertentu atas pengajuan restitusi yang perlu dilakukan audit dan pengajuan yang memang tidak perlu ada audit.
Ukuran yang akan dilakukan bisa menggunakan dasar nilai restitusi atau profil wajib pajak yang mengajukan. Jadi, jika pengajuan restitusi berada di bawah nilai batas yang dianggap berisiko tidak perlu diaudit, atau secara profil wajib pajak yang mengajukan memang tidak memiliki rekam jejak buruk, maka tidak perlu audit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News