kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.487.000   72.000   2,98%
  • USD/IDR 16.610   15,00   0,09%
  • IDX 8.238   149,11   1,84%
  • KOMPAS100 1.145   25,73   2,30%
  • LQ45 820   23,58   2,96%
  • ISSI 290   4,46   1,56%
  • IDX30 429   13,21   3,18%
  • IDXHIDIV20 487   16,89   3,59%
  • IDX80 127   2,85   2,30%
  • IDXV30 135   1,26   0,95%
  • IDXQ30 136   4,84   3,69%

Reformasi Fiskal Daerah Mendesak di Tengah Ketimpangan Ekonomi Daerah Jawa Sentris


Selasa, 21 Oktober 2025 / 19:35 WIB
Reformasi Fiskal Daerah Mendesak di Tengah Ketimpangan Ekonomi Daerah Jawa Sentris
ILUSTRASI. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kanan) bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (kiri) memimpin Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Tahun 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025). Purbaya mengatakan dari total 38 provinsi yang ada di Indonesia, baru 25 provinsi yang tekanan inflasinya masih dalam rentang level nasional, sedangkan yang tertinggi di Sumatera Utara 5,3 persen dan terendah di Maluku Utara dengan tekanan deflasi 0,2 persen. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengakui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini masih belum merata dan cenderung berpusat di Pulau Jawa. Hal itu diperparah dengan kinerja belanja pemerintah daerah (Pemda) yang terkontraksi hingga 13% sampai September 2025.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut ketimpangan antarwilayah ini menjadi salah satu tantangan besar dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.

"Tapi kita mesti waspada Pak. Kalau pertumbuhan kita enggak merata dan lambat, walaupun angka kemiskinannya rendah, tetep aja orang turun ke jalan pas seperti berapa bulan yang lalu," ungkap Purbaya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Senin (20/10/2025).

Menurutnya, Pulau Jawa masih mendominasi 56,9% dari total ekonomi nasional, dengan pertumbuhan 5,2% tahun ini. Upaya untuk mendorong pertumbuhan di luar Jawa sudah dilakukan bertahun-tahun, namun hasilnya belum signifikan.

“Ini yang harus kita ubah. Penduduknya dan pertumbuhannya masih Jawa-sentris. Sudah bertahun-tahun coba digeser, tapi belum berhasil. Ke depan, kita akan terus berupaya memperkuat pertumbuhan di luar Jawa,” tegasnya.

Baca Juga: Agar Tidak Terjadi Shock Fiskal, Pemangkasan Anggaran Daerah Kudu Hati-Hati

Purbaya menambahkan, meski perekonomian nasional relatif stabil, lambatnya serapan anggaran di daerah menjadi alarm bagi pemerintah. Ia menilai lemahnya belanja daerah dapat menghambat transmisi kebijakan fiskal ke masyarakat, terutama di sektor-sektor padat karya dan pelayanan dasar.

Perlu Aksi Konkret dan Reformasi Fiskal Daerah

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai ketimpangan pertumbuhan antara Jawa dan luar Jawa merupakan gejala struktural yang perlu diatasi lewat sinergi kebijakan pusat dan daerah.

Menurut Josua, belanja daerah yang minus di tengah realisasi Transfer ke Daerah (TKD) yang sudah 74% dari pagu menunjukkan lemahnya disiplin fiskal dan rendahnya efektivitas perencanaan di tingkat daerah.

“Dana Pemda masih parkir ratusan triliun di bank. Perlu remedial action agar dana yang sudah ditransfer benar-benar turun menjadi proyek dan pekerjaan,” kata Josua kepada Kontan, Selasa (21/10/2025).

Ia menguraikan sedikitnya tujuh langkah yang perlu dilakukan untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan dan memperkuat daya dorong fiskal di daerah:

Ia menekankan, ada tujuh langkah konkret yang perlu segera dijalankan untuk memperbaiki struktur fiskal dan mempercepat pertumbuhan di daerah.

Baca Juga: Kemenkeu Siapkan Penajaman Dukungan Fiskal untuk Perkuat Iklim Usaha

Pertama, memperkuat disiplin belanja daerah, dengan menetapkan minimal 25–30% APBD untuk belanja modal, mempercepat pengadaan sejak awal tahun, dan memperluas e-catalog lokal. Selain itu, kontrak tahun jamak untuk proyek infrastruktur kecil–menengah perlu diterapkan agar belanja tidak menumpuk di akhir tahun.

Kedua, sinkronisasi perencanaan pusat dan daerah. Josua menyebut, RPJMD provinsi harus selaras dengan RPJMN 2025–2029. Pemerintah tengah menyiapkan forum pemantauan kuartalan untuk menilai kinerja pertumbuhan tiap daerah dan mengeksekusi koreksi cepat jika serapan anggaran lemah.

Ketiga, dorong investasi swasta di luar Jawa melalui deregulasi perizinan dan penguatan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Saat ini, 18 KEK berada di luar Jawa dengan nilai investasi kumulatif ratusan triliun. Ia menilai, jika dikaitkan dengan rantai nilai daerah seperti nikel EV di Sulawesi, agroindustri di Sumatra, dan pariwisata hijau di Nusa Tenggara—KEK bisa menjadi motor pertumbuhan baru.

Keempat, perluas pembiayaan produktif daerah. Pemerintah pusat telah menempatkan Rp 200 triliun dana kas negara di Himbara untuk mendorong kredit investasi dan konsumsi. Daerah bisa menerjemahkannya menjadi skema kredit berbunga rendah untuk proyek prioritas seperti air minum, sanitasi, perumahan rakyat, dan alat pertanian.

Kelima, percepat penciptaan lapangan kerja dengan proyek padat karya besar yang memanfaatkan rantai pasok lokal. Josua menekankan pentingnya memastikan local content dalam dokumen APBD agar efek pengganda ekonomi tetap berada di daerah.

Keenam, tingkatkan perlindungan pekerja informal dan kualitas SDM. Daerah dapat memberi top-up iuran BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja berisiko tinggi seperti nelayan, pengemudi, dan pekerja konstruksi, serta mensyaratkan perlindungan kerja dalam penyaluran KUR atau hibah alat.

Ketujuh, perkuat basis pajak dan efisiensi fiskal daerah. Saat ini, rasio pajak lokal baru sekitar 1,2%, dengan sebagian besar APBD terserap untuk belanja operasional. Josua mendorong daerah memperluas pajak dari sektor jasa modern, properti, dan pariwisata, serta mendigitalisasi pemungutan pajak agar ruang fiskal meningkat.

Baca Juga: Ekonom Sebut Rupiah Menguat Didorong oleh Faktor Eksternal daripada Stimulus Fiskal

Selain itu, Josua menyoroti bahwa korupsi dan inefisiensi birokrasi ikut memperlebar ketimpangan antarwilayah. Ia menegaskan, pemberantasan korupsi harus menjadi bagian dari desain reformasi fiskal, bukan hanya penegakan hukum semata.

“Pencegahan korupsi harus melekat dalam sistem. E-procurement penuh, transparansi proyek publik, audit berbasis risiko, dan izin usaha berbasis risiko dengan asas fiktif positif harus diterapkan agar rente dan pungli di daerah bisa ditekan,” ujarnya.

Josua menilai, momentum makro saat ini justru mendukung percepatan reformasi fiskal daerah. Likuiditas perbankan sedang longgar, suku bunga turun, dan berbagai stimulus fiskal masih berjalan.

“Tugas daerah sekarang adalah menyambut momentum ini dengan proyek siap tender dan pipeline investasi yang jelas. Dengan begitu, efek kebijakan pusat bisa benar-benar terasa hingga ke kabupaten dan kota dalam bentuk pekerjaan, pabrik baru, dan layanan dasar yang membaik,” pungkasnya.

Baca Juga: Ekonom Menilai Indikatof Fiskal APBN Agustus 2025 Cerminkan Ekonomi Domestik Tertekan

Selanjutnya: 10 Kebiasaan Mental yang Memastikan Anda Sukses Finansial Jangka Panjang

Menarik Dibaca: 10 Kebiasaan Mental yang Memastikan Anda Sukses Finansial Jangka Panjang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×