Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai penguatan rupiah belakangan ini lebih banyak dipengaruhi faktor eksternal ketimbang stimulus domestik.
Memasuki awal Oktober 2025, pada Rabu (1/10), rupiah menutup perdagangan dengan menguat 0,18% atau 30 poin ke level Rp 16.634,50 per dolar AS. Berlanjut Kamis (2/10/2025), rupiah ditutup menguat di level Rp 16.598 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini membuat rupiah menguat 0,22% dibanding penutupan hari sebelumnya.
Menurut Josua, pelemahan indeks dolar AS dalam beberapa hari terakhir menjadi katalis utama penguatan rupiah. Kondisi ini terjadi setelah data ketenagakerjaan swasta AS melemah dan risiko government shutdown berpotensi menunda publikasi data resmi, sehingga pasar meningkatkan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.
Baca Juga: Stimulus Fiskal dan Surplus Dagang Dapat Sokong Penguatan Rupiah pada Oktober 2025
“Sentimen ini menekan dolar dan memberi ruang bagi mata uang Asia, termasuk rupiah. Sementara stimulus pemerintah, seperti penempatan dana SAL di perbankan Himbara maupun paket kebijakan 8+4+5, lebih berperan pada perbaikan sentimen jangka menengah, bukan pendorong harian utama,” ujar Josua kepada Kontan, Kamis (2/10/2025).
Josua menekankan, secara prinsip rupiah paling sensitif terhadap siklus dolar global, selisih suku bunga, serta keyakinan pasar atas kredibilitas kebijakan. Kebijakan pro-rakyat yang menjaga daya beli, menekan inflasi pangan, dan menopang konsumsi tanpa memperlebar defisit dipandang positif oleh investor karena menjaga stabilitas makro sekaligus prospek pertumbuhan.
Namun kata Josua, bila pasar membaca arah kebijakan sebagai cenderung mengedepankan pembelanjaan fiskal dan mengikis independensi moneter, rupiah justru rentan.
Baca Juga: Ekonom Kritik 6 Paket Stimulus Ekonomi 2025, Minim Desain dan Berisiko Tekan Fiskal
"Di sinilah pentingnya pesan pemerintah bahwa koordinasi fiskal-moneter tetap dalam koridor hukum, burden sharing bersifat sementara, dan disiplin defisit tetap dijaga. Sikap itu dapat menetralkan kekhawatiran dan menjaga premi risiko,” jelasnya.
Lebih lanjut, Josua menilai kebijakan yang paling efektif untuk menopang rupiah adalah yang dapat menambah pasokan valas sekaligus menurunkan premi risiko. Caranya, dengan mengoptimalkan devisa hasil ekspor (DHE), memperluas fasilitas lindung nilai, menjaga inflasi pangan lewat operasi beras dan pembangunan irigasi, hingga mempercepat deregulasi perizinan serta penerapan RDTR digital guna menarik investasi.
“Selain itu, penempatan kas negara Rp 200 triliun harus dikelola secara produktif agar kredit ke sektor riil mengalir tanpa menekan stabilitas,” paparnya.
Dengan asumsi dolar global masih melemah secara bertahap tanpa guncangan baru, Josua memperkirakan rupiah akan cenderung stabil dengan potensi penguatan terbatas hingga akhir 2025. Fundamental yang menopang pergerakan rupiah antara lain inflasi yang rendah serta tren surplus dagang yang masih panjang.
Baca Juga: Menko Airlangga Tegaskan Diskon Listrik Tak Masuk Program Stimulus Semester II-2025
Selanjutnya: Incar Dana Jumbo Rp 3,2 Triliun, Cermati Rekomendasi Saham INET
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak dalam Karier & Keuangan Besok Jumat 3 Oktober 2025, Ada yang Tertekan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News