Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berupaya mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meredam dampak gejolak ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia.
Bauran kebijakan makro ekonomi yang terdiri dari instrumen kebijakan fiskal, moneter, makroprudensial dan struktural terus dikembangkan untuk mengatasi gejolak global dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, perlu alternatif solusi dalam menghadapi perlambatan ekonomi global, kenaikan suku bunga The Fed, munculnya risiko inflasi hingga dolar Amerika Serikat (AS) yang kian perkasa.
Untuk itu, BI bakal menggunakan kebijakan moneter sebagai amunisi dalam meredam gejolak yang terjadi.
Baca Juga: Lembaga Keuangan Bersiap Hadapi Kelesuan Ekonomi dengan Tebar Stimulus
"Kebijakan moneter kami gunakan untuk mengendalikan inflasi dan memastikan rupiah relatif stabil agar tidak menimbulkan imported inflation," ujar Perry dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Kamis (20/10).
Perry menjelaskan BIĀ akan menggunakan kebijakan suku bunga dari instrumen moneter untuk menjaga inflasi. Dari Agustus 2022-Oktober 2022, BI sudah menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (DRRR) atau suku bunga acuan 125 basis poin (bps) sebagai respons dari peningkatan inflasi.
Nah, kemarin bank sentral kembali mengerek bunga acuan 4,75%, naik 50 bps dari sebelumnya. Per September 2022, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) sudah 5,95% secara tahunan (yoy), melampaui batas atas kisaran sasaran BI yang sebesar 4% yoy.
Baca Juga: BI Perkirakan The Fed Akan Naikkan Bunga Hingga Puncaknya 4,75%
Dengan kenaikan bunga acuan, BI yakin bisa membawa inflasi ke target sasaran 3% plus minus 1% di semester II-2023. Untuk mengendalikan inflasi, BI tetap berkoordinasi dengan pemerintah lewat Tim Pengendalian Inflasi (TPI), baik pusat maupun daerah.
Selanjutnya BI juga mengintervensi pasar valuta asing guna menjaga stabilitas nilai rupiah. "Kami intervensi di pasar tunai, pasar spot, Domestic Non-Deliverable Forward, dan operasi di pasar surat berharga negara (SBN) sekunder," tegas Perry.
Intervensi di pasar SBN dilakukan dengan pembelian serta penjualan SBN untuk menjaga imbal hasil (yield) SBN tetap menarik di mata investor asing. Sehingga, dana asing masuk dan beban biaya fiskal pun berkurang.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memprediksi, BI akan mengerahkan semua kebijakan untuk menjaga inflasi dan stabilitas rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News