Reporter: Siti Masitoh | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Realisasi subsidi dan kompensasi energi di 2023 kemungkinan akan sedikit lebih rendah dari pagu yang dianggarkan dalam APBN 2023 sebesar Rp 339,6 triliun.
Berdasarkan hitungan Kontan.co.id, diperkirakan realisasi subsidi dan kompensasi energi hanya akan sebesar Rp 336,1 triliun, atau turun tipis 1,03% dari target.
Meski begitu, penyaluran anggaran ini hanya turun tipis di saat Indonesian Crude Price (ICP) turun dari asumsi pemerintah yakni sebesar US$ 90 per barel, yakni dengan rata-rata ICP dari Januari-November 2023 sebesar US$ 78 per barel.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyampaikan, realisasi ini tidak terjadi penghematan yang besar karena rata-rata harga minyak dunia masih tinggi.
“Artinya meskipun asumsi ICP sedikit di bawah asumsi di APBN tetapi nggak besar sekali. Harga minyak meski turun tapi tidak drop banget,” tutur Fabby kepada Kontan.co.id, Rabu (20/12).
Baca Juga: Realisasi Pembayaran Subsidi dan Kompensasi Energi Kemungkinan di Bawah Target
Faktor lain adalah terkait volume subsidi dan kompensasi yang diperkirakan bisa bertambah, utamanya terkait solar.
Untuk diketahui, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sempat menuturkan, pihaknya memperkirakan penyaluran BBM Solar Subsidi bertambah 1 juta kilo liter (kl) dari kuota yang ditetapkan tahun ini sebesar 17 juta kl.
Akan tetapi, menurutnya meski kuota subsidi solar ditambahkan pada akhir tahun, pembayarannya kemungkinan akan dialihkan ke kompensasi dan tidak akan dibebankan pada pembayaran tahun ini.
“Artinya kalau tambahannya diberikan dalam bentuk kompensasi, biasanya akan dibayar di 2024,” ungkap dia.
Baca Juga: Inflasi Tahun 2024 Akan Meningkat, Waspada Harga Energi dan Pangan
Dihubungi secara terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov menyampaikan, meskipun ICP lebih rendah dari asumsi pemerintah dampaknya penurunan ke realisasi anggaran subsidi dan kompensasi energi tidak terlalu besar.
“Ini karena pemerintah masih punya beban kompensasi energi tahun lalu. Inilah yang menyebabkan kebutuhan pembayaran kompensasi energi tetap tinggi,” tutur Abra.
Faktor lain, alasan serapan subsidi ini lebih rendah, karena dari segi penjualan BBM atau LPG yang bersubsidi tidak melampaui target atau kuota, khususnya pada subsidi LPG.
Sebagai informasi, perhitungan lebih rendahnya realisasi subsidi dan kompensasi adalah berdasarkan data realisasi pembayaran subsidi dan kompensasi energi yang tercatat sudah mencapai Rp 251,3 triliun hingga November 2023, ditambah perkiraan pembayaran yang akan diselesaikan pemerintah pada 2 pekan terakhir di tahun 2023 ini.
Baca Juga: Perluas Akses Energi Bersih, Pertamina Dorong Pertumbuhan Ekonomi Desa
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata menyampaikan, setidaknya pihaknya akan melakukan pembayaran kurang lebih Rp 85 triliun di paruh kedua Desember 2023.
“Pembayaran subsidi dan kompensasi yang kira-kira mencapai lebih dari Rp 85 triliun di paruh kedua Desember. Ini menjadi bagian belanja besar yang terjadi di akhir tahun,” tutur Isa dalam Konferensi Pers APBN KITA, Jumat (15/12) lalu.
Sehingga, jika dijumlahkan dari realisasi pembayaran subsidi dan kompensasi energi hingga November 2023 yang mencapai Rp 251,3 triliun, kemudian perkiraan pembayaran kompensasi dan energi di akhir tahun Rp 85 triliun, maka total realisasi hingga akhir tahun ini hanya akan mencapai Rp 336,1 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News