Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
Terkait distribusi tabung, Suahasil menjelaskan telah dilakukan uji coba mekanisme penyaluran melalui sistem Biometrik dan e-Voucher pada tujuh kabupaten/kota oleh kementerian terkait. “Alternatifnya sudah ada, macam-macam. Tinggal mengambil kebijakannya saja,” ujar dia.
Kondisi realisasi subsidi BBM dan LPG 3 kg yang kerap membengkak ini menuai kritik dari Badan Anggaran DPR RI. Wakil Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menilai, pemerintah mestinya bisa menyalurkan subsidi energi tepat sasaran salah satunya dengan menaikkan harga jual jika memang kondisinya mengharuskan.
“Artinya kalau realisasinya lebih, maka itu seharusnya menjadi tanggung jawab kementerian atau pemerintah untuk menaikkan (harga). Tidak bisa tidak. Masak LPG 3 kg sejak 2008 sampai sekarang tidak pernah naik harga,” tandasnya, Selasa (25/6).
Sahid mengatakan, realita distribusi tabung LPG 3 kg secara bebas juga telah melanggar Undang-Undang. Sebab, peraturan menyebut barang bersubsidi pemerintah tidak boleh diperjualbelikan secara bebas.
Bahkan, Sahid mengatakan, Banggar nantinya akan meminta pemerintah untuk mematok anggaran subsidi secara tetap alias fix. “Sehingga tidak ada kemudian, tahun 2021 yang namanya kekurangan bayar subsidi, terus saja begitu, sampai akhirnya kita bakar-bakar duit tidak pada tempatnya,” ujar dia.
Ketua Banggar DPR RI Kahar Muzakir menambahkan, pemerintah mesti serius menyelesaikan mekanisme distribusi LPG 3 kg secara tertutup. “Terserah bagaimana, itu tabung 3 kg didistribusikan 'by name by address’ untuk siapa saja yang berhak,” pungkasnya.
Adapun, pagu subsidi BBM dan LPG 3 kg tahun ini dipatok sebesar Rp 100,6 triliun, naik dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 46,9 triliun. Hingga Mei 2019, realisasi subsidi BBM dan LPG tercatat sebesar Rp 23,5 triliun atau 23,4% dari anggaran yang ditetapkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News