Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1.121,1 triliun sampai Oktober 2019.
Realisasi tersebut baru memenuhi 68,6% dari pagu yang ditetapkan dalam APBN 2019 yakni Rp 1.634,3 triliun, lebih lambat dari penyerapan di periode sama tahun sebelumnya yang mencapai 73,9% dari pagu.
Baca Juga: Sri Mulyani telah cairkan dana desa Rp 52 triliun hingga Oktober 2019
Pertumbuhan realisasi belanja pemerintah pusat hingga Oktober tercatat 4,3% secara year-on-year (yoy), juga jauh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan periode sama tahun lalu yang mencapai 19,6% yoy.
Secara lebih rinci, penyerapan pada komponen belanja kementerian dan lembaga (K/L) mencapai Rp 633,5 triliun atau tumbuh 8% secara tahunan lebih lambat dari pertumbuhan periode sama tahun lalu yang mencapai 14,7% yoy.
Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, laju pertumbuhan belanja K/L masih sehat.
“Kalau lihat dari persentase penyerapannya, belanja K/L sudah mencapai 74% terhadap total pagu. Ini sebetulnya lebih tinggi dibandingkan serapan periode yang sama tahun lalu di mana masih di bawah 70%,” kata dia, Senin (18/11).
Baca Juga: Realisasi asumsi makro APBN 2019 hingga Oktober banyak meleset
Sementara, penyerapan belanja non-K/L sampai Oktober mencapai Rp 487,6 triliun atau relatif sama dengan tahun sebelumnya sehingga tidak mencatat pertumbuhan. Di sisi lain, serapan belanja non-K/L baru 62,6% dari total pagu yang sebesar Rp 778,9 triliun.
Menkeu menjelaskan, perlambatan serapan belanja non-K/L salah satunya disebabkan oleh realisasi subsidi yang mengalami kontraksi. “Hingga Oktober, realisasi subsidi hanya Rp 146,2 triliun atau lebih rendah dari tahun lalu yang Rp 160,4 triliun,” tutur dia.
Baca Juga: Hingga Oktober, defisit APBN mencapai Rp 289 triliun
Perlambatan subsidi sejalan dengan menurunnya subsidi energi , terutama subsidi BBM, akibat rendahnya ICP dan penguatan kurs rupiah sepanjang tahun ini.
Menurunnya subsidi energi, menurut Sri Mulyani, wajar untuk menyeimbangkan penerimaan dari sektor migas dan pertambangan yang juga tertekan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News