Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil pajak atas pesangon pensiun yang diajukan sejumlah karyawan bank swasta.
Putusan ini diambil MK pada Kamis (13/11/2025), dalam sidang Pengucapan Putusan untuk perkara Nomor 186/PUU-XXII/2024 terkait permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai bahwa polemik mengenai pajak atas pesangon dan uang pensiun perlu dilihat dari prinsip dasar perpajakan, yakni prinsip keadilan (fairness).
Baca Juga: Digugat Soal Pajak Pesangon dan Pensiun ke MK, Begini Respon Bos Pajak!
Menurutnya, sesuatu dianggap tidak adil apabila dikenakan pajak lebih dari satu kali. Namun dalam konteks pesangon dan pensiun, hal itu tidak terjadi.
Fajry menjelaskan bahwa selama pekerja masih aktif, iuran pensiun yang dibayarkan pemberi kerja tidak dikenai pajak. Iuran tersebut justru menjadi biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
"Konsekuensinya, ketika pegawai mendapatkan uang pensiun nanti maka barulah dikenakan pajak," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Jumat (14/11).
Dengan demikian, pemajakan atas manfaat pensiun hanya terjadi sekali, yakni saat diterima oleh pegawai.
Terkait pesangon, Fajry menekankan perlunya memahami konsep dasarnya. Pesangon adalah kompensasi ketika terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara tidak sukarela, dengan besaran mengacu pada masa kerja dan gaji terakhir.
Baca Juga: Ini Kata Pengamat Soal Penurunan Hasil Investasi Dana Pensiun per Maret 2025
Artinya, perusahaan membayarkan gaji bagi yang terkena PHK dalam beberapa bulan ke depan sebagai bentuk kompensasi atau bantalan sosial. "Makanya, ketika mendapatkan pesangon, pegawai harus bayar pajaknya," katanya.
Dengan demikian, pemajakan pesangon juga tidak terjadi lebih dari satu kali karena merupakan penghasilan baru yang diterima pekerja.
Fajry menegaskan bahwa perlakuan semacam ini juga merupakan kebiasaan umum di banyak negara, sehingga bukan sesuatu yang tidak lazim.
Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah sejak lama telah memberikan perlakuan lebih ringan terhadap pesangon.
Baca Juga: Penjelasan DJP Soal Pajak Penghasilan untuk PSK, Kenali Arti PPh Menurut UU
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2009, tarif pajak pesangon lebih rendah dibandingkan tarif pajak atas gaji atau upah reguler.
"Sedangkan mereka yang mendapatkan pesangon kurang dari Rp 50 juta, dia tidak kena pajak sama sekali," terangnya.
Selanjutnya: Premi Tugu Insurance Capai Rp 7,24 Triliun per Kuartal III-2025
Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Keuangan dan Karier Besok Sabtu 15 November 2025: Waktunya Adaptasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













