kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.904.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.280   0,00   0,00%
  • IDX 7.113   44,39   0,63%
  • KOMPAS100 1.038   7,95   0,77%
  • LQ45 802   5,08   0,64%
  • ISSI 229   1,99   0,87%
  • IDX30 417   1,49   0,36%
  • IDXHIDIV20 489   1,52   0,31%
  • IDX80 117   0,66   0,57%
  • IDXV30 119   -0,75   -0,63%
  • IDXQ30 135   0,08   0,06%

Ramai Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Celios: Nikel Ini Kondisinya Oversupply


Senin, 09 Juni 2025 / 15:56 WIB
Ramai Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Celios: Nikel Ini Kondisinya Oversupply
ILUSTRASI. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengunjungi pertambangn PT Gag Nikel di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Baru-baru ini tengah ramai diperbincangkan mengenai pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Bukan tanpa alasan, aktivitas pertambangan ini dinilai lebih banyak kerugian lingkungannya ketimbang nilai ekonominya.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan bahwa kondisi nikel saat ini menunjukkan oversupply terutama sebagai bahan baku baja tahan karat.

Dia mencontohkan, masalah yang terjadi di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) hingga PT Tsingshan yang menghentikan produksi baja tahan karat menjadi bukti pasar ekspor tengah turun.

“Permintaan China soal produk olahan nikel sedang lesu. Harga nikel ore spot yang turun tajam -13,2% year on year di pasar internasional jadi indikasi oversupply tetap terjadi,” ujarnya kepada KONTAN, Senin (9/6).

Baca Juga: Menteri LH: GAG Nikel dan 12 Perusahaan Dapat Izin Khusus Beroperasi di Raja Ampat

Bhima menyebutkan, tercatat terdapat 44 smelter yang beroperasi di tanah air, jumlah ini dinilai terlalu banyak dan menyebabkan ketidaksinambungan (miss match).

Sementara itu, kata dia, pemerintah dinilai terlalu jemawa punya cadangan nikel yang besar, di mana bukan untuk bahan baku kendaraan listrik melainkan baja tahan karat.

“Salah perencanaan sejak awal karena perusahaan yang diberi insentif pajak tax holiday dan tax allowances, tidak membantu ekosistem baterai secara signifikan. Selain itu teknologi baterai EV makin berkembang pesat,” terangnya.

Baca Juga: Jadi Polemik, Komisi XII DPR Akan Cek Tambang Nikel di Raja Ampat

Di samping itu, Bhima menuturkan, dahulu ketergantungan nikel untuk kendaraan listrik memang tinggi, namun saat ini sudah ada Lithium Ferro Phospate (FLP) yang juga sebagai bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik.

Belum lagi, lanjut dia, China tengah mengembangkan sodium sebagai alternatif, sehingga pasokan nikel semakin banyak dan ini menjadi ancaman serius terhadap keberlanjutan hilirisasi.

“Sekarang timbul pertanyaan, untuk apa izin tambang nikel terus diberikan? Buat apa izin smelter juga dibuka terus? Makin lama makin tidak rasional hilirisasi nikel. Kami selalu usulkan agar dilakukan moratorium izin smelter dan tambang nikel baru, demi kebaikan harga nikel Indonesia,” pungkasnya.

Baca Juga: Pemberian Izin Tambang Nikel di Raja Ampat Disebut Terbit pada 2017

Selanjutnya: Timnas Indonesia Berpeluang Naik ke Peringkat 110 FIFA Jika Kalahkan Jepang

Menarik Dibaca: Lion Air Luncurkan Diskon Perjalanan 8% Melalui Aplikasi BookCabin

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×