kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pusat evaluasi Perda Pajak Daerah bermasalah


Kamis, 11 Mei 2017 / 18:59 WIB
Pusat evaluasi Perda Pajak Daerah bermasalah


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

Kedua, Perda Kota Banjarbaru Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran, yang mengenakan Breadtalk sebagai objek pajak restoran, yang merupakan objek PPN.

"Surat permintaan revisi perda tersebut disampaikan dalam rangka pembinaan, dan apabila tidak ditaati, maka akan ditindaklanjuti dengan peninjauan kembali (judicial review) ke Mahkamah Agung (MA)," tambah Boediarso. Sebab, mulai tahun ini Kementerian Dalam Negeri tak lagi memiliki wewenang untuk membatalkan Perda.

Berdasarkan putusan MK nomor 137/PUU-13/2015 yang diumumkan tahun 2017, kewenangan pembatalan Perda dilakukan oleh MA melalui mekanisme judicial review oleh pihak-pihak yang dirugikan, yaitu perorangan, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik, dan badan hukum privat.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, selama ini banyak perda yang bermasalah dan bertentangan dengan kepentingan umum, terutama yang membebani pengusaha kecil maupun kelas menengah. Data KPPOD, dari 1.000 perda yang dikaji, terdapat 262 perda bermasalah.

Lebih lanjut Endi mengatakan, persoalan tumpang tindihnya Perda PDRD hanyalah persoalan administrasi. Hasil kajian KPPOD di lapangan, terdapat perda-perda yang tergolong bermasalah berat.

"Di Cilegon, ada perusahaan yang harus membayar pajak penerangan jalan hingga Rp 72 miliar per tahun karena mereka memiliki pembangkit listrik. Padahal listrik seharusnya menjadi infrastruktur yang difasilitasi pemerintah," kata Endi kepada KONTAN.

Lebih parah lagi lanjut dia, ada pula perusahaan yang menbayar pajak penerangan jalan, tetapi ternyata pemerintah daerahnya tidak membangun penerangan jalan di daerah tersebut.

Endi juga mengatakan, pihaknya mengapresiasi pemantauan dan evaluasi yang dilakukan pemerintah pusat. Namun menurutnya, hal tersebut masih kurang dari cukup.

Pihaknya berharap, pemerintah daerah memiliki kesadaran dan komitmen membenahi aturan-aturannya, khususnya setelah mendapat rekomendasi pemerintah pusat. Mengingat, saat ini pemerintah pusat tak lagi memiliki wewenang membatalkan atau merevisi perda-perda.

Endi juga berharap, MA sebagai lembaga hukum yang kini berwenang atas pembatalan perda, bekerjasama dengan lembaga studi yang memiliki data yang kuat di lapangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×