kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.968.000   8.000   0,41%
  • USD/IDR 16.320   -8,00   -0,05%
  • IDX 7.165   -1,00   -0,01%
  • KOMPAS100 1.043   -0,46   -0,04%
  • LQ45 801   -0,59   -0,07%
  • ISSI 232   0,64   0,28%
  • IDX30 415   -0,50   -0,12%
  • IDXHIDIV20 486   0,48   0,10%
  • IDX80 117   0,10   0,08%
  • IDXV30 120   0,76   0,64%
  • IDXQ30 134   0,16   0,12%

Produk China Membanjiri RI, Waspadai Risiko Percepatan Deindustrialisasi


Senin, 16 Juni 2025 / 04:52 WIB
Produk China Membanjiri RI, Waspadai Risiko Percepatan Deindustrialisasi
ILUSTRASI. Neraca Perdagangan Surplus, Aktivitas bongkar muat Peti Kemas di pelabuhan Jakarta International Countainer Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Senin (21/4/2025). Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China berdampak besar terhadap perdagangan di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China berdampak besar terhadap perdagangan di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia. Produk-produk asal China kini membanjiri pasar domestik dalam skala yang semakin besar.

Laporan Citigroup Inc yang dikutip dari Bloomberg mencatat, ekspor China ke negara-negara ASEAN pada Mei 2025 mencapai US$ 51,3 miliar, meningkat 13% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Data tersebut bersumber dari Lembaga Bea Cukai China (China General Administration of Customs/GACC).

Baca Juga: Perang Dagang Memanas, Produk China Dikhawatirkan Banjiri Indonesia

Indonesia mencatat lonjakan tertinggi. Nilai impor dari China pada Mei 2025 mencapai US$ 6,8 miliar, naik 21,43% secara tahunan. 

China pun tercatat sebagai negara asal impor terbesar ke Indonesia, dengan pangsa mencapai 31,13% atau senilai US$ 62,88 miliar sepanjang tahun 2024.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menyebutkan, lonjakan ini menunjukkan produk China semakin mendominasi pasar Indonesia. Menurutnya, hal ini terjadi akibat ketimpangan daya saing struktural antara kedua negara.

"China memiliki keunggulan dari sisi skala produksi, efisiensi biaya, serta dukungan pemerintah yang kuat melalui investasi di riset, teknologi, dan logistik. Produk mereka jadi lebih inovatif, murah, dan cepat sampai ke pasar," kata Yusuf, Minggu (15/6).

Baca Juga: Imbas Perang Dagang, Aliran Produk China Malah Makin Deras Ke Tanah Air

Sebaliknya, lanjutnya, ekspor Indonesia masih bergantung pada komoditas yang rentan terhadap fluktuasi harga global dan belum mampu mendorong penguatan industri manufaktur nasional. 

“Ini menandakan struktur perdagangan Indonesia masih rapuh,” tegasnya.

Kepala Makroekonomi dan Keuangan INDEF, Muhammad Rizal Taufikurahman, menilai derasnya impor dari China di tengah perang dagang mencerminkan lemahnya perlindungan pasar dalam negeri. 

Ia mengingatkan, hal ini bisa menjadi sinyal awal deindustrialisasi yang lebih cepat.

"Pasar kita dibanjiri produk murah dari China, mulai dari elektronik, tekstil, hingga barang konsumsi lain," ujar Rizal.

Baca Juga: Pada Maret 2025, Produk China Masih Membanjiri Produk Impor Indonesia

Ia merekomendasikan penguatan hambatan nontarif, penerapan standar produk yang lebih ketat, peningkatan kandungan lokal, dan pemberian insentif bagi industri substitusi impor. 

Diversifikasi pasar ekspor juga perlu dilakukan agar Indonesia tidak semakin bergantung pada China secara struktural.

Selanjutnya: Jadwal SIM Keliling Depok & Bogor Hari Ini 16 Juni, Perpanjang SIM Sebelum Hangus!

Menarik Dibaca: Yuk, Lihat Jadwal KRL Jogja-Solo pada Senin 16 Juni 2025 ke Stasiun Palur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×