Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berharap, Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPNDN) bisa menutupi tren penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor yang melandai. Pasalnya, PPNDN akan kembali tumbuh seiring dengan konsumsi masyarakat yang masih terjaga.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang Januari-Desember 2019 realisasi penerimaan PPNDN sebesar Rp 346,31 triliun. Angka tersebut tumbuh 3,7% year on year (yoy).
Sementara, untuk PPN Impor senilai Rp 171,3 triliun di periode sama tahun lalu atau sama dengan kontraksi 8,1% secara tahunan.
Baca Juga: Pemerintah kelimpungan dengan kepatuhan wajib pajak (WP), ini saran pengamat
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan walaupun seandainya di tahun ini terjadi penurunan PPN Impor khususnya dari minyak dan gas (Migas), sepanjang konsumsi bahan bakar minyak (BBM) tetap meningkat, penerimaan PPN sektor ini terutama di hilir tetap akan tumbuh.
“Penurunan impor migas tidak selamanya berbanding lurus dengan penurunan pajak impor. Karena sebagian impor migas memang tidak terutang PPN. Baik PPN Impor maupun PPh Pasal 22 Impor itu sebenarnya creditable,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Kamis (16/1).
Yoga menambahkan pihaknya optimistis kinerja PPNDN di tahun ini dapat mengulang keberhasilan seperti tahun lalu. Kepercayaan tersebut didukung oleh sektor manufaktur yang diharapkan bisa tumbuh. Sebab sektor ini merupakan salah satu kontributor terbesar penerimaan PPNDN.
Kemenkeu mencatat sepanjang tahun 2019 realisasi penerimaan pajak dari sektor manufaktur atau pengolahan sebesar Rp 365,39 triliun atau setara dengan 29,4% dari total penerimaan pajak. Tetapi pencapaian sektor manufaktur tersebut kontraksi 1,8% secara tahunan.
Baca Juga: Impor turun, pajak impor diperkirakan melandai
Namun demikan, Yoga bilang pertumbuhan penerimaan pajak dari sektor manufaktur dapat pulih dan terasa mulai kuartal I-2020. Kata Yoga ini sejalan dengan prediksi Purchasing Manager’s Index (PMI) dari Bank Indonesia (BI) yang diperkirakan naik dari 51,50% menjadi 52,73%.
“Investasi juga akan meningkat terutama untuk sektor-sektor yang mendapat berbagai insentif fiskal, sehingga akan meningkatkan penerimaan pajak. Jadi banyak substitusi dari pajak atas impor,” ujar Yoga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News