Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% direncanakan hanya berlaku untuk barang mewah saja. Namun, ekonom menilai ketimbang mengambil keputusan tersebut, lebih baik kenaikan PPN 12% ditunda.
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, jika kenaikan PPN menjadi 12% akhirnya diterapkan hanya untuk barang mewah, nampaknya ini merupakan jalan tengah yang ditempuh oleh Presiden Prabowo Subianto.
Meski begitu, jika kebijakan tersebut dijalankan, menurut Wijayanto tidak akan berdampak pada penerimaan negara dan daya beli masyarakat.
Baca Juga: Tarif PPN 12% Cuma Untuk Orang Kaya
"Tetapi iklim perpajakan kita jadi makin rumit," ungkap Wijayanto kepada Kontan, Jumat (6/12).
Menurut Wijayanto lebih baik kenaikan PPN menjadi 12% ditunda saja daripada pemerintah hanya akan menyasar barang mewah.
Ia mengatakan kenaikan tarif PPN lebih baik dilakukan saat daya beli masyarakat mulai membaik pada pertengahan tahun 2025 atau awal tahun 2026.
"Masalahnya, amanah UU adalah PPN jadi 12%, lebih baik PPnBM dinaikkan, tetapi kenaikan PPN 12% ditunda," ujarnya.
Baca Juga: Restitusi Pajak Dapat Dicairkan ke Deposit Coretax atau Rekening
Asal tahu saja, kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% direncanakan hanya berlaku untuk barang mewah saja.
Sementara itu untuk barang umum lainnya dikenakan tarif 11%. Tarif PPN ini mulai berlaku pada 1 Januari 2025, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Selanjutnya: 11 Buah dan Sayuran yang Bisa Memperpanjang Usia, Catat Ya!
Menarik Dibaca: Serial What Comes After Love Ajak Penonton Ingat Masa Sulit Move On
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News