kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Postur APBN-P 2013 masih terlihat boros


Minggu, 30 Juni 2013 / 11:26 WIB
Postur APBN-P 2013 masih terlihat boros
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi di kantor cabang Bank mandiri./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/21/12/2021.


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Alih-alih ingin melakukan penghematan, ternyata Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2013 justru terlihat lebih boros. Berdasarkan draft Rancangan Undang-Undang APBN-P tahun 2103 yang telah disahkan oleh DPR beberapa waktu lalu, jumlah anggaran untuk belanja Pemerintah Pusat malah naik dari Rp 1.154, 3 triliun menjadi Rp 1.196,8 triliun.

Padahal, tujuan disusunnya RAPBN-P 2013 oleh Pemerintah sebelumnya untuk mengantisipasi pembengkakan anggaran yang disebabkan meningkatnya jumlah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pemerintah pun saat itu berjanji akan mengencangkan ikat pinggang dengan melakukan pemotongan anggaran di sejumlah Kementrian/Lembaga (K/L). Namun faktanya, dalam draf APBN-P 2013 tersebut terlihat belanja K/L yang disepakati malah bertambah dari Rp 594,5 triliun menjadi Rp 622 triliun.

Bahkan, karena kondisi fiskal pemerintah saat itu yang terbatas, target asumsi pertumbuhan ekonomi juga diturunkan menjadi hanya 6,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari 6,8%. Alasanya, sempitnya fiscal space (ruang fiskal) untuk bisa memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini disebabkan kemungkinan terjadinya defisit anggaran akibat angka subsidi yang akan membengkak.

Ironisnya, pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2014 justru mendapatkan anggaran tambahan. Untuk pelaksanaan Pemilu tahun depan, pemerintah memberikan tambahan anggaran sebesar Rp 1 triliun.

Dana tersebut diperuntukan untuk proses pengawasan tahapan penyelenggaraan Pemilu di Kecamatan, Desa/Kelurahan dan luar negeri. Pos anggaran yang juga mendapat tambahan adalah dana untuk kekurangan tunjangan hakim sebesar Rp 1,94 triliun.

Ekonom dari Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih menilai APBN-P 2013 yang disusun Pemerintah tidak akan bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan. Alasannya, saat ini jumlah pengeluaran dalam APBN, sebesar 33% disebar ke daerah untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana ALokasi Umum (DAU).

Lalu, sebanyak 25% untuk pembayaran bunga utang dalam dan luar negeri. Sementara, sisanya digunakan untuk belanja Pemerintah Pusat, baik K/L, belanja pegawai, belanja modal dan belanja subsidi.

Nah, dari alokasi belanja negara tersebut hanya sekitar 40% yang bisa dikontrol oleh pemerintah pusat. Sebagian besar dari 40% alokasi itu disalurkan untuk belanja pegawai seperti gaji pegawai negeri sipil (PNS). Belanja modal tercatat mendapat alokasi paling rendah, dibawah belanja subsidi.

“Dengan kata lain, kebijakan ekspansi dari APBN tidak maksimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, karena alokasi dari belanja pemerintah pusat tidak disalurkan untuk yang kegiatan produktif," ujar Lana, minggu (30/6) kepada KONTAN.

Dari APBN-P dapat dilihat alokasi untuk belanja pegawai ditetapkan sebesar Rp 232,9 triliun dari 241,6 triliun, belanja barang 202,6 triliun dari 200 triliun, dan belanja modal 188,26 triliun dari 184 triliun.

Sementara itu anggaran untuk subsidi energi malah bertambah menjadi Rp 299,8 triliun dari sebelumnya Rp sebesar 274,7 triliun. Padahal, pemerintah telah menaikan harga BBM bersubsidi. Dengan kenaikan itu harusnya anggaran untuk enegri berkurang bukannya bertambah.

Lana menambahkan, alokasi subsidi harusnya diubah secara perlahan. Subsidi BBM harus dikurangi dan direalokasikan ke subsidi pangan dan riset pangan. Hal ini guna menjaga harga pangan stabil dan melindungi petani.

Sedangkan kenaikan angka subsidi bbm, menunjukkan pemerintah tidak disiplin dalam menjalankan rencana pembangunan jangka menengahnya (RPJM). Seharusnya,di tahun 2014, subsidi BBM sudah dihapus.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan, Bambang Brodjonegoro sempat mengatakan, bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi akan membuat ruang fiskal pemerintah menjadi lebih lebar. Jadi, pemerintah akan lebih leluasa dalam menyusun APBN 2014.

 "APBN-P yang telah disahkan membuat Pemerintah lebih mudah menyusun APBN 2014. Sebab, beban subsidi BBm sudah berkurang," Ujarnya.

 Selama ini, lanjut dia, yang membuat Pemerintah tidak leluasa mengalokasikan anggarannya lantara besarnya subsidi untuk BBM bersubsidi.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×