kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Penerimaan pajak lebih rendah dari tahun lalu


Rabu, 26 Juni 2013 / 09:48 WIB
Penerimaan pajak lebih rendah dari tahun lalu
ILUSTRASI. Refleksi layar menampilkan pergerakan indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (7/1/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.


Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Penerimaan sektor pajak belum juga maksimal. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, penerimaan pajak hingga 14 Juni 2013 hanya Rp 384,1 triliun atau 38,6% target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2013 sebesar Rp 995 triliun. Pada periode yang sama tahun lalu, penerimaan pajak sudah mencapai 41% dari target APBNP 2012 sebesar Rp 980,20 triliun.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Bambang Brodjonegoro, mengaku tidak khawatir dengan kinerja perpajakan. Mengingat secara nominal penerimaan pajak tetap mengalami peningkatan. "Dari persentase turun tapi secara nominal tetap naik, kami masih berharap target APBNP tercapai," jelasnya, Selasa (25/6).

Penerimaan pajak kali ini tumbuh 6,6% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, angka itu lebih rendah dari target pemerintah yang menargetkan pertumbuhan penerimaan pajak tahun ini sebesar 19% dari tahun lalu. Selama ini Ditjen Pajak selalu berasalan kurang maksimalnya penerimaan pajak tahun oini karena kondisi ekonomi global yang belum membaik.

Menurut Kepala Seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak Chandra Budi, pihaknya terus menggali potensi pajak terutama di sektor unggulan masing-masing Kantor Pelayanan Pajak. Secara nasional, mulai Juli 2013 ini Ditjen Pajak memeriksa wajib pajak di sektor properti. Diperkirakan ada ada potential loss penerimaan pajak senilai Rp 30 triliuna akibat tidak adanya pelaporan transaksi jual-beli tanah atau bangunan termasuk properti, real estat dan apartemen secara benar.

Namun pengamat pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menyangsikan hal itu dapat mendongkrak penerimaan pajak. "Tidak mungkin tercapai dalam enam bulan," ujarnya. Apalagi tahun ini sudah masuk tahun politik yang akan mengganggu penerimaan.

Selain itu, semenjak harga BBM naik, daya serap masyarakat turun, yang akhirnya berdampak pada penerimaan pajak. Bulan depan juga sudah masuk bulan puasa, lalu lebaran, yang mengganggu proses ekspor impor. Nah, untuk menggenjot penerimaan ini seharusnya Ditjen Pajak melakukan upaya paksa penarikan pajak di sektor properti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×