Reporter: Siti Masitoh | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indeks manufaktur Indonesia kembali mengalami penurunan tajam pada April 2025. Kondisi ini dikhawatirkan akan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masif di berbagai sektor industri.
Berdasarkan laporan S&P Global, indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia turun ke level 46,7 pada April 2025. Angka ini berada di bawah ambang batas ekspansi 50,0 dan lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 52,4 pada Maret.
Kepala Pusat Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufiqurrahman, menyatakan bahwa jika tren kontraksi ini terus berlanjut, dampaknya terhadap sektor ketenagakerjaan akan sangat signifikan.
"Perusahaan kemungkinan besar akan mengurangi jam kerja, menunda perekrutan, hingga melakukan PHK, terutama di sektor padat karya seperti tekstil dan elektronik," ujar Rizal kepada Kontan, Jumat (2/5).
Baca Juga: Melihat Dampak PHK Massal di Awal Tahun 2025 Terhadap Penerimaan Negara
Ia menambahkan, kondisi ini akan mengurangi daya serap tenaga kerja dan memperburuk kualitas pekerjaan, terutama di kawasan industri utama seperti Jawa Barat dan Banten.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka per Februari 2024 mencapai 5,32%. Rizal memperkirakan, jika tren pelemahan PMI berlanjut dalam beberapa bulan ke depan, angka pengangguran bisa meningkat ke kisaran 5,6% hingga 5,8%, khususnya di wilayah industri.
Baca Juga: Ancaman PHK Massal Mengintai Sejumlah Sektor Industri di Indonesia
Untuk merespons situasi ini, Rizal menyarankan pemerintah segera memberikan insentif fiskal dan subsidi upah kepada perusahaan manufaktur guna menekan angka PHK. Selain itu, perluasan program padat karya, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan pelatihan keterampilan juga menjadi langkah penting.
Dalam jangka menengah hingga panjang, Rizal merekomendasikan pemerintah mendorong transformasi industri melalui digitalisasi, hilirisasi sektor industri, serta investasi pada pelatihan vokasional. Hal ini bertujuan agar tenaga kerja lebih adaptif terhadap perubahan pasar dan mampu mendorong pertumbuhan industri yang berkelanjutan.
Baca Juga: Industri Perhotelan Terancam PHK Massal, Okupansi Hotel Merosot hingga 20%
Selanjutnya: Kuartal I 2025, Laba Bersih Bukit Asam (PTBA) Turun 50,5% jadi Rp 391,48 miliar
Menarik Dibaca: Edukasi Sistem Peradilan Nasional, UPH Gelar Seminar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News