CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.879   -19,00   -0,12%
  • IDX 7.137   -77,78   -1,08%
  • KOMPAS100 1.092   -10,78   -0,98%
  • LQ45 871   -4,94   -0,56%
  • ISSI 215   -3,31   -1,52%
  • IDX30 446   -2,03   -0,45%
  • IDXHIDIV20 539   -0,53   -0,10%
  • IDX80 125   -1,22   -0,96%
  • IDXV30 135   -0,43   -0,32%
  • IDXQ30 149   -0,44   -0,29%

Pidana atau Niaga, korban investasi bodong apes


Senin, 11 Desember 2017 / 21:47 WIB
Pidana atau Niaga, korban investasi bodong apes


Reporter: Teodosius Domina | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhirnya kasus investasi bodong Koperasi Simpan Pinjam Pandawa Group berujung vonis pidana bagi pendirinya, Dumeri alias Salman Nuryanto dan 26 leader ataupun pengurusnya.

Nuryanto divonis 15 tahun penjara sementara 26 terdakwa yang lain bakal dikurung selama 8 tahun.

Meski begitu, putusan majelis hakim yang diketuai Yulinda Trimurti Asih Muryati ini belum memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat lantaran jaksa dan kuasa hukum 26 terdakwa menyatakan pikir-pikir.

Sementara Ramjahif Pahisagorya Fiver, kuasa hukum Nuryanto bakal mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.

David Maruhum L. Tobing, pengacara yang biasa membela konsumen berpendapat dalam kasus ini para nasabah bakal kesulitan mendapatkan dananya kembali.

Pasalnya dalam putusan majelis menyebut bahwa aset ataupun barang bukti yang bernilai ekonomis dinyatakan disita untuk dimasukkan ke kas negara.

Kurator akan kesulitan mengambil aset yang oleh hakim dinyatakan untuk dimasukkan ke kas negara. Selain itu, pengadilan memang kesulitan menentukan duit dari para nasabah dipakai untuk membeli aset yang mana.

Berbeda halnya jika penggunaan uang nasabah bisa dilacak dengan rinci dan pasti. Jaksa bisa mengajukan pailit kepada korporasi penghimpun dana demi mengembalikan uang nasabah.

"Seperti pada kasus PT QSAR, jaksa yang mengajukan pailit agar bisa mengembalikan kerugian investor," kata David, Senin (11/12).

Sekadar tahu, bulan Agustus 2017 lalu pengadilan niaga telah menyatakan KSP Pandawa Group pailit dengan tagihan Rp 3,9 triliun.

Sementara itu, Muhammad Faiz Aziz, peneliti hukum ekonomi pada Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) berpendapat bahwa dalam semua kasus investasi bodong, nasabah sebaiknya menyelesaikan kasus lewat pengadilan niaga terlebih dulu.

Pasalnya dalam kasus investasi bodong, yang diutamakan adalah pengembalian uang nasabah. Ini lebih mudah dilakukan jika perusahaan dinyatakan pailit, kemudian aset disita kurator untuk dibagikan pada nasabah.

Sedangkan jika melalui jalur pidana dan hakim menyatakan aset disita untuk menjadi kas negara, aset tersebut akan masuk dalam kategori Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Kalau sudah masuk PNBP, mekanisme lebih sulit," kata Aziz kepada Kontan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×