kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.871.000   -23.000   -1,21%
  • USD/IDR 16.420   -15,00   -0,09%
  • IDX 7.095   -46,49   -0,65%
  • KOMPAS100 1.030   -10,30   -0,99%
  • LQ45 803   -9,10   -1,12%
  • ISSI 223   -2,38   -1,06%
  • IDX30 419   -4,71   -1,11%
  • IDXHIDIV20 502   -8,79   -1,72%
  • IDX80 116   -1,49   -1,27%
  • IDXV30 119   -2,82   -2,32%
  • IDXQ30 138   -1,77   -1,27%

PHK Masih Bayangi Industri Tekstil, Pemerintah Diminta Tak Hanya Kejar Tax Ratio


Selasa, 20 Mei 2025 / 21:30 WIB
PHK Masih Bayangi Industri Tekstil, Pemerintah Diminta Tak Hanya Kejar Tax Ratio
ILUSTRASI. PT Trisula InternationalTbk (TRIS), perusahaan publik yang beroperasi di sektor tekstil dan garmen. Kebijakan pemerintah untuk menggenjot kenaikan rasio pajak diharapkan tidak mematikan aktivitas dunia usaha yang berdampak pada PHK.


Sumber: TribunNews.com | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kebijakan pemerintah untuk menggenjot kenaikan rasio pajak diharapkan tidak mematikan aktivitas dunia usaha yang berdampak pada meningkatnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy mengatakan, pemerintah sebaiknya tidak menggenjot kenaikan tax ratio (rasio pembayar pajak) melalui kebijakan-kebijakan yang membuat redup dunia usaha.

Ichsanuddin menyampaikan hal tersebut menanggapi wacana pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk Benang Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY). 

Baca Juga: Badai PHK Mengintai Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia

Dimana wacana ini dikhawatirkan berdampak buruk pada industri tekstil dalam negeri, salah satunya adalah ancaman PHK massal.  “Pemerintah hanya memikirkan meningkatnya tax ratio kan itu poinnya,” kata Ichsanuddin Noorsy ketika dikonfirmasi. 

Menurut Ichsanuddin pengenaan BMAD bakal membuat skema struktur biaya dirombak ulang yang berimbas pada kenaikan harga jual di tengah daya beli yang sedang lesu. 

Hal ini menjadi ancaman serius bagi industri tekstil Tanah Air, mereka terancam gulung tikar karena hasil produksi terancam tak laku di pasaran. 

“Ya cari jalan keluarnya kan. Jalan keluarnya satu-satunya adalah restrukturisasi biaya. Kalau restrukturisasi biaya, anti-dumping tetap diterapkan. Yang paling gampang, ya PHK,” ujarnya. 

Baca Juga: Bayang-Bayang PHK Masih Hantui Industri Tekstil

Ichsanuddin menilai, penerapan BMAD terhadap produk Benang Partially Oriented Yarn dan Drawn Textured Yarn adalah penerapan fiskal pajak yang tidak adil.

"Pemerintah terkesan secara sengaja memiskinkan orang miskin dengan memajaki seluruh aspek transaksi kehidupan dan transaksi ekonomi, namun disaat yang bersamaan pemerintah justru memberi keringanan pajak pada pihak tertentu," sebutnya.

Menurut dia, industri tekstil tidak bisa dipajaki secara sewenang-wenang sebab ia adalah industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

“Karena sesungguhnya tekstil adalah hajat hidup orang banyak. Sandang itu hajat hidup orang banyak, dia tidak bisa sepenuhnya dilepas ke pasar. Yang bisa dilepas ke pasar itu hanya industri dari kain ke distribusi, ke garmen," kata Ichsanudin Noorsy.

Ichsanuddin menambahkan, sistem pajak yang diberlakukan pemerintah Indonesia sudah usang dan ketinggalan jaman.

Di negara-negara lain kata dia mereka memandang industri tekstil sebagai industri sandang, mereka benar-benar melindungi industri ini dengan memberi berbagai keringan pajak, itu kontradiktif dengan yang terjadi di Indonesia sekarang ini. 

“Kalau ngelihat kebijakan Jepang, kebijakan India, Pakistan, India, Bangladesh, Vietnam, Inggris, dan Amerika sendiri, mereka masih bicara full perlindungan industri tekstil mereka dengan baik."

"Tapi tidak dengan tegas-tegas melakukan perlindungan. Karena kata kuncinya adalah mereka masih melihat industri tekstil sebagai industri sandang itu,” ucapnya. 

Baca Juga: Wamenaker Soroti PHK Industri Tekstil yang Dikaitkan dengan Impor Ilegal

Sebelum badai PHK itu benar-benar membenamkan industri tekstil dalam negeri, kata Ichsanuddin, pemerintah sebetulnya masih punya satu kesempatan melakukan pembenahan menyeluruh.

Menurutnya, cara pandang pemerintah terkait peningkatan tax ratio tak harus terpaku pada BMAD, masih banyak sumber pajak yang lebih menjanjikan jika digarap dengan dengan sungguh-sungguh.

Dia menegaskan pemasukan pajak yang seret sekarang ini disebabkan oleh pemerintah yang tak mampu menumpas kejahatan pajak yang dilakukan korporasi besar baik di dalam maupun luar negeri. Baginya hal ini harus segera dituntaskan. 

“Pemerintah tidak mampu mengatasi kejahatan perpajakan yang dilakukan oleh korporasi-korporasi besar baik domestik maupun luar negeri. Artinya penyelesaian peningkatan perpajakan tidak bisa hanya bicara anti-damping. Coba lihat dulu kebijakan pelaksanaan dan pengawasan perpajakannya udah benar atau belum,” katanya.

Baca Juga: Kemenperin Targetkan Restrukturisasi Mesin untuk 21 Industri Tekstil dan Alas Kaki

“Saya bilang kebijakan fiskalnya itu masih tidak adil. Memiskinkan orang miskin, memperkaya orang kaya gitu kebijakan fiskalnya. Nah, ketika ditempatkan pada anti-damping, dia tidak fair pada struktur industri,” kata dia.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Ekonom Ingatkan Gelombang PHK di Industri Tekstil, Pemerintah Jangan Hanya Kejar Tax Ratio, https://www.tribunnews.com/bisnis/2025/05/20/ekonom-ingatkan-gelombang-phk-di-industri-tekstil-pemerintah-jangan-hanya-kejar-tax-ratio.

Selanjutnya: Lima Nama Calon Wakil Ketua LPS telah Diserahkan ke Presiden Prabowo Subianto

Menarik Dibaca: Penyandang Disabilitas Senam Bersama, Rekor MURI Terpecahkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×