Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyoroti salah satu aspek penting dalam draf RUU omnibus law cipta kerja.
Dalam RUU Cipta Kerja (Omnibus Law) BAB IV Ketenagakerjaan Bagian 2, disebutkan bahwa Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dihapus.
Baca Juga: Pengusaha berharap omnibus law akan dorong pertumbuhan ekonomi Indonesia
Dengan dihapusnya Pasal 59, maka penggunaan pekerja kontrak (yang dalam undang-undang disebut perjanjian kerja waktu tertentu) bisa diperlakukan untuk semua jenis pekerjaan.
Padahal, dalam UU Ketenagakerjaan pekerja kontrak hanya dapat digunakan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
(a) pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
(b) pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan
paling lama 3 (tiga) tahun;
(c) pekerjaan yang bersifat musiman; atau
(d) pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan
yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Baca Juga: Royalti 0% dan harga patokan, pemerintah gelar karpet merah bagi hilirisasi batubara
Selain itu, pekerja kontrak tidak dapat digunakan untuk jenis pekerjaan yang bersifat tetap. Dengan demikian, berdasarkan pasal ini, selain pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu harus menggunakan pekerja tetap.
"Dengan dihapuskannya pasal 59, tidak ada lagi batasan seorang pekerja bisa dikontrak. Akibatnya, bisa saja seorang pekerja dikontrak seumur hidup," kata Kahar, Jumat (14/2).
Padahal dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan juga mengatur, pekerja kontrak hanya dapat diadakan untuk paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Setelah itu, bisa dilakukan pembaharuan sebanyak satu kali untuk jangka waktu paling lama dua tahun.
Kahar mengatakan, jika omnibus law disahkan, maka perusahaan akan cenderung mempekerjakan buruhnya dengan sistem kontrak kerja. Tidak perlu mengangkat menjadi pekerja tetap.
"Karena menggunakan pekerja kontrak, maka tidak ada lagi pesangon. Karena pesangon hanya diberikan kepada pekerja yang berstatus sebagai karyawan tetap. Selain tidak ada lagi kepastian kerja, secara tidak langsung pesangon juga akan hilang," ujar Kahar.
Sebagai informasi, berikut bunyi dari pasal 59 UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang akan dihapus dalam omnibus law.
Baca Juga: Reksadana campuran berpeluang bagi-bagi return di jangka menengah
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan
paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan
yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
Baca Juga: Revisi UU Minerba ditarget rampung Agustus, untuk akomodasi perpanjangan PKP2B?
(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk
paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling
lama satu tahun.
(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama tujuh hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
Baca Juga: Apa Kata SKK Migas tentang Omnibus Law yang Memuat Rencana Pembubarannya
(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan satu kali dan paling lama dua tahun.
(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News