Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
Padahal dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan juga mengatur, pekerja kontrak hanya dapat diadakan untuk paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun. Setelah itu, bisa dilakukan pembaharuan sebanyak satu kali untuk jangka waktu paling lama dua tahun.
Kahar mengatakan, jika omnibus law disahkan, maka perusahaan akan cenderung mempekerjakan buruhnya dengan sistem kontrak kerja. Tidak perlu mengangkat menjadi pekerja tetap.
"Karena menggunakan pekerja kontrak, maka tidak ada lagi pesangon. Karena pesangon hanya diberikan kepada pekerja yang berstatus sebagai karyawan tetap. Selain tidak ada lagi kepastian kerja, secara tidak langsung pesangon juga akan hilang," ujar Kahar.
Sebagai informasi, berikut bunyi dari pasal 59 UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang akan dihapus dalam omnibus law.
Baca Juga: Reksadana campuran berpeluang bagi-bagi return di jangka menengah
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan
paling lama 3 (tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan
yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
Baca Juga: Revisi UU Minerba ditarget rampung Agustus, untuk akomodasi perpanjangan PKP2B?