Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya turut hadir dalam pembukaan gelaran G20 Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (1st EDM-CSWG) di Yogyakarta, Selasa (22/3).
Dalam sambutannya dia menyampaikan, bahwa penyelenggaraan G20 merupakan momentum untuk mewujudkan tindakan kolektif yang lebih berani dalam mengatasi tiga krisis planet, yaitu krisis iklim, hilangnya keanekaragaman hayati dan kelebihan populasi manusia yang ketiganya saling berkaitan dan telah menyebabkan berbagai permasalahan di planet bumi saat ini.
“Adopsi Pakta Iklim Glasgow dan keputusan lainnya selama Pertemuan Konferensi Para Pihak (COP-26) ke-26 UNFCCC tahun 2021 lalu, menekankan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan upaya pengurangan emisi secara kolektif melalui aksi percepatan dan implementasi langkah-langkah mitigasi domestik, serta peran penting untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan alam dan ekosistem dalam memberikan manfaat untuk adaptasi dan mitigasi iklim sambil memastikan perlindungan sosial dan lingkungan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Menteri Siti menyampaikan jika Presidensi G20 Indonesia ini salah satunya bertujuan untuk menangkap topik-topik mendesak tentang proses dan perkembangan global untuk memberikan tindakan nyata, dengan mempertimbangkan warisan dan pekerjaan dari Presidensi G20 sebelumnya pada Pertemuan Deputi Lingkungan dan Kelompok Kerja Keberlanjutan Iklim (EDM CSWG).
Baca Juga: Indonesia Dorong Pengelolaan Danau Berkelanjutan pada Pertemuan Lingkungan PBB
Topik-topik ini disebutnya menjadi jalinan isu prioritas pada gelaran G20 EDM-CSWG yang meliputi Pertama, mendukung pemulihan yang lebih berkelanjutan (supporting a more sustainable recovery) untuk mempromosikan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan memaksimalkan manfaat tambahan dari program pemulihan Pasca-COVID-19 dan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan; Kedua adalah meningkatkan tindakan berbasis darat dan laut untuk mendukung perlindungan lingkungan dan tujuan iklim (enhancing land- and sea-based actions to support environment protection and climate objectives) yang menekankan pentingnya kontribusi ekosistem yang unik untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, serta ekonomi biru.
Serta yang ketiga, yaitu meningkatkan mobilisasi sumber daya untuk mendukung tujuan perlindungan lingkungan dan iklim, untuk mendukung implementasi mekanisme pembiayaan yang inovatif dan mobilisasi pendanaan untuk alam, dengan melekatkan pada pentingnya dan peran sektor swasta.
Dalam kaitannya dengan target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia, Menteri Siti menyampaikan bahwa Indonesia telah memprakarsai “Indonesia FoLU NetSink 2030”, yang terdiri dari strategi dan pendekatan dimana, pada tahun 2030, tingkat penyerapan sektor FoLU di Indonesia akan seimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi.
Baca Juga: KLHK: Akan Ada 65% Kawasan Hutan di IKN Nusantara
Sementara, setelah tahun 2030, Sektor FoLU ditargetkan untuk lebih menyerap Gas Rumah Kaca (GRK), sehingga jika dikombinasikan dengan kegiatan pengurangan emisi GRK dari sektor lain, akan mencapai emisi karbon netral/net-nol pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Untuk mencapai target jangka menengah dan panjang dalam pengurangan emisi tersebut, ekosistem unik memainkan peran penting, termasuk di dalamnya ekosistem lahan gambut dan mangrove. Ekosistem unik di dunia memainkan peranan penting pengurangan emisi karbon dalam kaitannya dengan konservasi keanekaragaman hayati, penyimpanan dan pasokan air, perlindungan pesisir, dukungan perikanan, dan mata pencaharian masyarakat,” ujar Menteri Siti.
Ia menjelaskan, dengan total hampir 90% lahan gambut dunia dan sekitar 41% luas Mangrove global dan juga ekosistem unik yang ada di negara-negara G20, menempatkan G20 pada posisi yang strategis untuk pengendalian Perubahan iklim melalui perlindungan dan rehabilitasi lahan gambut dan mangrove.
“1st Environment Deputies Meeting and Climate Sustainability Working Group (EDMCSWG) adalah tonggak G20 pertama melalui upaya bersama kami untuk melindungi lingkungan dan menghadapi perubahan iklim menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan ketahanan iklim. Mari pulih bersama, pulih lebih kuat,” pungkas Menteri Siti
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News