Reporter: Siti Rohmatulloh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah optimistis ekonomi Indonesia pada 2018 tumbuh positif 5,4%. Konsumsi, investasi dan net ekspor akan menjadi harapan utama pemerintah dengan pertumbuhan sektor manufaktur sebagai motor penggeraknya.
Optimisme ini kompak disampaikan Kepala badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara dan Lili Yan Ing, Staf Khusus Bidang Isu Strategis, Hubungan Internasional Kementerian Perdagangan saat menghadiri diskusi DBS economic outlook 2018, Selasa (21/11) di Jakarta.
Suahasil menyatakan pemerintah memprediksi perekonomian Indonesia akan membaik pada 2018. Sementara tahun ini pertumbuhan diyakini akan tetap berada pada kisaran 5,1%-5,2% mengikuti gelombang perekonomian dunia yang juga membaik.
Pada kuartal III/2017 investasi tumbuh sebesar 7,1 %, angka tertinggi sejak terakhir berada di kisaran yang sama pada 2011. Sementara itu, net ekspor yang biasanya hanya tumbuh 2%-3%, pada kuartal III/2017 juga tumbuh signifkan dengan pertumbuhan ekspor 17% dan impor sebesar 15% .
“Artinya kegiatan ekonomi mulai jalan, konsisten dengan investasi yang ada di 7%,” jelas Suahasil.
Sektor ekspor-impor diharapkan akan terus berjalan sehingga mampu menggerakkan kegiatan perekonomian di sektor-sektor lain.
Itulah yang diharapkan akan membantu pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, pertumbuhan konsumsi belum mengikuti. Konsumsi masih berada pada di angka 4,9%. “Kita harapkan konsumsi bisa pick up di atas 5%,” kata Suahasil.
Meski begitu, Suahasil menambahkan, ini situasi yang diyakini akan membuat pertumbuhan ekonomi di kuartal IV/2017 lebih baik dari sebelumnya sehingga 2018 pun dapat dipandang dengan optimis.
Optimisme itu juga dinyatakan Lili yang menyampaikan Indonesia berpotensi menjadi trade hub bagi negara-negara di Asia Tenggara. Lili menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia termasuk yang tertinggi dibanding negara-negara lainnya.
“Jadi sebetulnya Indonesia harus bisa cukup optimis. Dari sisi perdagangan kita optimis akan tumbuh 5,6% dan ekspor akan tumbuh pada kisaran 5,5% sampai 6,2%,” jelas Lili.
Angka pertumbuhan yang dicetak Indonesia termasuk yang tertinggi dibanding negara-negara lainnya. Pasalnya, dunia mengalami pertumbuhan ekonomi paling tinggi 3,6% setelah krisis ekonomi global. Sementara negara-negara berkembang mencatat pertumbuhan 4,2% dan negara maju tumbuh 2,2%.
Lili menekankan, tahun ini harus dimulai dengan positif. Investasi Januari sampai September 2017 mengalami peningkatan 13%. Dari sisi consumer confidence index saat ini Indonesia memiliki 121 index sedangkan dari sisi produsen ada 109 index.
Sektor riil pun mengalami peningkatan seperti penjualan sepeda motor, mobil dan semen yang naik hingga 62 juta ton. Electricity pun mengalami kenaikan hingga 276 juta KWatt. “Ini menunjukkan terjadinya perbaikan dalam dua tahun terakhir,” kata Lili.
Untuk mendukung itu semua, baik Lili maupun Sua menekankan pentingnya peran swasta membantu memberikan aliran dana dan suntikan kredit bagi sektor manufaktur. Terlebih, sektor manufaktur mengalami penurunan alokasi kredit dari 44% pada 2002 menjadi hanya 26% di tahun 2017.
Perbankan dan sektor usaha lainnya diundang untuk menjalin kerjasama dengan pemerintah, terutama untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur yang saat ini terdapat 245 proyek prioritas yang menjadi proyek strategis nasional.
Upaya lain yang akan dipastikan pemerintah adalah memfasilitasi kepentingan pengusaha dengan mereview tarif input dan barang permodalan agar lebih mudah diakses dengan harga yang tidak memberatkan serta memastikan terciptanya fair competition agar pengusaha dapat bersaing secara sehat dan bekerjasama.
Prioritas lainnya adalah upaya mendorong pengusaha yang berbasis di Indonesia dapat melakukan ekspansi bisnis ke negara-negara mitra dagang Indonesia.
Optimisme ini masih dipandang sulit oleh pengamat ekonomi sekaligus mantan menteri keuangan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Chatib Basri menilai 5,4% untuk tahun ini tidak terlalu mudah, namun ada harapan untuk bisa tumbuh 5,2%-5,3%. Menurutnya, sektor andalan pun masih konservatif, yakni akan tetap bergantung pada komoditas sehingga perbaikan dari harga komoditas akan memiliki pengaruh.
Di sisi lain juga harus memperhatikan dampak dari konsumsi. “Jika harga komoditas naik di akhir Desember, mungkin 5,4 tidak terlalu mudah, tapi kalau bicara 5,2 % mudah-mudahan bisa dan growth akan lebih baik di 2018,” kata Basri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News