kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.931.000   26.000   1,36%
  • USD/IDR 16.465   -15,00   -0,09%
  • IDX 6.898   66,24   0,97%
  • KOMPAS100 1.001   10,19   1,03%
  • LQ45 775   7,44   0,97%
  • ISSI 220   2,72   1,25%
  • IDX30 401   2,31   0,58%
  • IDXHIDIV20 474   1,13   0,24%
  • IDX80 113   1,15   1,03%
  • IDXV30 115   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   0,58   0,44%

Perlambatan Ekonomi Indonesia pada Triwulan I-2025 dan Solusi yang Diperlukan


Selasa, 06 Mei 2025 / 16:15 WIB
Perlambatan Ekonomi Indonesia pada Triwulan I-2025 dan Solusi yang Diperlukan
ILUSTRASI. Penjualan elektronik di toko ritel Tangerang Selatan, Banten, Senin (15/1). Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik rumah Tangga Indonesia (Gabel) mengaku, pasar produk-produk elektronik cenferung lesu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sentimen perlambatan ekonomi global dan nasional hingga momentum politik yang membuat konsumsi produk elektronik tertahan./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/15/01/2024.


Reporter: Indra Khairuman | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2025 menunjukkan adanya tanda-tanda perlambatan, yang menimbulkan kecemasan dari dampak ketidakpastian global dan tantangan struktural yang dihadapkan.

M Rizal Taufikurahman, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menjelaskan pencapaian pertumbuhan ekonomi pada trimulan I-2025.

Ia menekankan bahwa pemerintah harus melihat kondisi ini bukan hanya dari konteks nominal, tapi juga merespon terhadap guncangan ekonomi global maupun nasional.

Rizal menjelaskan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh IMF menunjukkan angka 2,6% menjadi 3%, dengan negara-negara maju stagnan di level endah sekitar 1,4%-1,5% selama tahun 2025 dan 2026

Sedangkan itu, emerging market dan developing economy, termasuk Indonesia, diperkirakan akan tumbuh di angka 3,7% pada tahun 2025 dan 3,9% pada tahun 2026.

Baca Juga: Penundaan Tarif Trump Redakan Gejolak Pasar, Tapi Risiko Perlambatan Ekonomi Naik

Ia juga menegaskan bahwa kondisi ekonomi global saat ini sedang mengalami ketidakpastian, yang bisa dilihat dari beberapa indikator ekonomi serta resiko politik yang ada.

“Ketidakpastian ini menunjukkan bahwa indikator ini mengalami penguatan, yang tentu menunjukkan ketidakpastian yang cukup besar,” ujar Rizal dalam acara diskusi public yang diselenggarakan INDEF, Selasa (6/5).

Rizal menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang utama Indonesia, seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Koorea Selatan, menunjukkan adanya tren perlambatan yang signifikan.

Baca Juga: Ini Strategi Pemerintah untuk Perbaiki Tax Ratio di tengah Perlambatan Ekonomi Global

Lebih lanjut, ia juga mengingatkan bahwa situasi ini mempertegas bahwa resiko gejolak ekonomi eksternal terhadap Indonesia bersifat struktural, bukan sekedar siklikal.

“Ketergantungan terhadap pasa ekspor tradisional seperti Amerika dan Asia Timur membuat posisi neraca perdagangan sangatsensitif terhadap perubahan kebijakan maupun kondisi ekonomi mitra dagang utama,” jelasnya. 

Ini menekankan pentingnya diversifikasi pasar dan produk untuk mengantisipasi ketergantungan ini.

Rizal juga mencatat bahwa tren harga komoditas ekspor utama Indonesia pada triwulan I-2025 cukup volatile.

“Harga nikel dan CPO, yang merupakan dua komoditas utama, justru mengalami kontraksi yang sangat besar,” kata Rizal.

Ini menunjukkan adanya tekanan dari permintaan global dan pasokan, terutama dari India dan Tiongkok.

Ia mengingatkan bahwa kondisi ini bisa menimbulkan paradoks, dimana lonjakan harga batu bara dan minyak mentah berdampak positif bagi pendapatan, tapi anjloknya harga nikel dan CPO bisa merugikan margin keuntungan.

Dari segi proyeksi pertumbuhan ekonomi, Rizal menyebutkan bahwa IMF memperkirakan Indonesia hanya bisa mencapai 4,67% pada tahun 2025.

“Ini menunjukkan lemahnya fondasi pertumbuhan jangka pendek dan ketidakpastian proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tegasnya.

Baca Juga: Sentimen Global dan Perlambatan Ekonomi Tekan Kepercayaan Investor

Ia menekankan bahwa untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 6%-8% yang sering digunakan pemerintah, diperlukan reformasi infrastruktur yang nyata dan realistis.

Di sisi lain, Rizal juga menyoroti bahwa capaian pertumbuhan ekonomi year on year (yoy) sebesar 4,87% menunjukkan angka yang besar, tapi dari segi nilai real, justru menurun.

“Pemerintah tidak harus mendorong atau menargetkan angka normatifnya, tetapi justru harus dijadikan titik refleksi untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan stimulus ekonomi,” ucap Rizal.

Dengan itu, efisiensi fiskal dan dorongan untuk perbaikan permintaan domestik sangat diperlukan, mengingat ekonomi nasional sedang keilangan momentum.

Rizal menyarankan agar pemerintah mempercepat realisasi belanja fiskal dan mendorong kegiatan ekonomi yang dapat memperbaiki kinerja.

“Revisi target pertumbuhan berbasis kapasitas struktur dan transformasi ekonomi menjadi penting,” tambahnya.

Ia juga menekankan perlunya pengembangan industri yang bernilai tinggi dan berdaya saing, serta modernisasi pada sektor pertanian untuk menciptakan pertumbuhan yang lebih inklusif.

Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Strategi Perbaiki Tax Ratio di tengah Perlambatan Ekonomi Global

Selanjutnya: Zurich Syariah Bidik Pertumbuhan Dua Digit pada Tahun 2025

Menarik Dibaca: Penyebab Kolesterol Tinggi Apa? Salah Satunya Berat Badan Berlebih

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×