Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengatakan bakal mengambil langkah tegas termasuk menempuh jalur hukum jika tidak kunjung mendapat kepastian pembayaran utang rafaksi minyak goreng.
Merespons hal ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan tidak akan ambil pusing. Pihaknya bahkan mempersilahkan peritel jika memang akan menempuh jalur hukum untuk masalah utang rafaksi itu.
"Kalau mau ke jalur hukum ya haknya. Boleh saja. Tidak apa-apa," kata Zulkifli pada media, di Kantor Kementerian Perdagangan, Kamis (15/6).
Zulkifli mengatakan, pihaknya akan mengambil langkah hati-hati dalam melakukan pembayaran. Untuk itu ia katakan akan melakukan audit yang melibatkan BPKP terhadap pembayaran utang rafaksi minyak goreng.
Baca Juga: Mendag Tak Persoalkan Pembayaran Utang Rafaksi Minyak Goreng, Tapi Ini Kendalanya
Terlebih, ada perbedaan angka yang cukup besar antara yang di klaim pelaku usaha dengan hasil verifikasi PT Sucofindo sebagai surveyor independen yang dipilih pemerintah.
"Pemerintah memang harus bayar, tapi berapa yang perlu dibayarkan? ada Rp 800 miliar, Rp 600 miliar atau Rp 400 miliar? makanya kita minta audit," jelasnya.
Ditanya terkait hasil pendapat hukum dari Kejaksaan Agung soal pembayaran utang rafaksi, Zulkifli bilang, fatwa dari Kejagung tersebut ternyata belum cukup memberi kejelasan terkait utang rafaksi.
Untuk itu, pihaknya meminta bantuan BPKP untuk melakukan audit.
"Karena kalau dia sudah audit, kan tidak mungkin ada temuan lagi," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N Mandey menilai, keputusan pemerintah melibatkan BPK dan BPKP dalam pembayaran utang rafaksi minyak goreng hanya digunakan sebagai dalih untuk pengulur pembayaran utang.
Roy menjelaskan, dalam kesepakatan awal bersama pelaku usaha, Kemendag hanya akan meminta pendapat hukum atau Legal Opinion (LO) terkait pembayaran utang minyak goreng ini.
Baca Juga: Diminta Audit Utang Rafaksi Minyak Goreng, Ini Respons BPKP
Pendapat hukum tersebut kemudian yang akan dijadikan pedoman pemerintah dalam melakukan pembayaran utang kepada pelaku usaha.
Ia merasa kecewa, sebab saat hasil pendapat hukum Kejaksaan Agung keluar dan meminta pemerintah membayarkan utang, justru Kemendag meminta BPK/ BPKP melakukan audit dengan dalih ada beda angka antara klaim pembayaran pelaku usaha dan hasil verifikasi oleh PT Sucofindo sebagai lembaga independen yang ditunjuk pemerintah.
Untuk itu, Roy meminta pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan utang minyak goreng ini. Ia berharap utang minyak goreng dapat dibayarkan sebelum masa jabatan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir.
Aprindo akan mengambil langkah yang signifikan, tegas dan terukur termasuk menempuh jalur hukum sebagai opsi terkahir, jika utang rafaksi minyak goreng tidak menemukan titik terangnya.
"Kami berharap agar kasus rafaksi ini selesai karena jika tidak selesai akan menjadi citra buruk pemerintah yang tidak mampu memberikan kepastian hukum kepada dunia usaha dan nanti akan berdampak buruk terhadap iklim bisnis dan investasi," terang Roy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News