Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang kini merembet ke sektor logam tanah jarang (rare earth elements) menjadi peringatan keras bagi Indonesia untuk memperkuat desain ekonominya ke arah yang lebih adaptif dan tangguh.
Melansir Infopublik.id, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai situasi global yang tidak menentu ini harus dimanfaatkan sebagai momentum untuk bertransformasi — dari ekonomi yang sekadar tahan guncangan (resilient economy) menjadi ekonomi yang justru tumbuh di tengah tekanan (anti-fragile economy).
“Dunia sedang bergerak menuju periode yang lebih bising dan tidak pasti. Indonesia harus memperkuat pipa likuiditas ekonomi dalam negeri, bukan sekadar membangun tembok perlindungan. Desain kebijakan fiskal dan moneter kita harus menciptakan sistem yang hidup, bukan hanya bertahan,” ujar Fakhrul dalam keterangannya kepada InfoPublik, Selasa (14/10/2025).
Menurut Fakhrul, langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menggerakkan kembali dana pemerintah melalui sistem perbankan menjadi langkah awal yang tepat guna memperkuat fondasi ekonomi nasional.
“Kita tidak kekurangan uang, tapi sering kekurangan mekanisme penyaluran yang berani dan tepat. Sektor keuangan harus menjadi channel yang pro-pertumbuhan,” tegasnya.
Baca Juga: China Perketat Izin Ekspor Magnet Tanah Jarang, Pasokan Global Terancam Seret
Ia menekankan, kebijakan tersebut penting untuk memastikan likuiditas pemerintah benar-benar tersalurkan ke sektor produktif, bukan sekadar berhenti di neraca perbankan. Dalam konteks global yang tengah tertekan oleh ancaman tarif 100% dari AS dan pembatasan ekspor rare earth oleh Tiongkok, sinergi erat antara Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia menjadi semakin vital.
“Ketahanan ekonomi modern tidak datang dari aliran modal global yang tak pasti, tetapi dari arsitektur likuiditas domestik yang mengalir ke bawah,” ujarnya.
Lebih jauh, Fakhrul menilai bahwa kebijakan fiskal dan moneter jangka pendek perlu dilengkapi dengan reformasi pembiayaan jangka menengah-panjang yang lebih berani dan visioner. Ia menguraikan tiga prioritas strategis yang perlu segera diperkuat pemerintah:
1. Membangun sistem pembiayaan produktif berbasis risiko terukur, dengan memperluas peran industri modal ventura dan instrumen pembiayaan inovatif bagi sektor riil.
2. Menata ulang pengelolaan sumber daya alam strategis, khususnya logam tanah jarang (rare earth), agar memperkuat rantai nilai industri nasional.
3. Menjaga keberlanjutan fiskal dan kredibilitas moneter, untuk memastikan stabilitas kepercayaan pasar di tengah gejolak geopolitik global.
Baca Juga: Ekspor Tanah Jarang China Anjlok Tajam pada September