kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penyusunan aturan produk halal dipastikan molor


Rabu, 05 Oktober 2016 / 18:53 WIB
Penyusunan aturan produk halal dipastikan molor


Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2016 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) masih jauh dari kata selesai. Walhasil, PP tersebut akan molor dari ketentuan yang telah ditetapkan yakni 17 Oktober 2016 mendatang.

Plt Kepala Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Kementerian Perindustrian (Kemperin) Donny Purnomo mengatakan, ditingkat internal kementerian pembahasannya masih sekitar 50%. "Sehingga sampai batas waktu yang ditetapkan dalam UU tidak akan tercapai," kata Donny, Rabu (5/10).

Tim penyusun RPP ini menurut Donny sangat berhati-hati dalam menterjemahkan secara teknis dari aturan yang telah diketok dua tahun tersebut. Meski tidak merinci, tarik menarik produk yang masuk dalam pengaturan produk wajib halal masih kuat antar kementerian.

Walhasil, dalam proses pembahasan RPP tersebut, hingga kini masih belum ditetapkan produk apa saja yang masuk dalam kategori wajib sertifikasi halal. Bahkan, dalam dalam pembahasan RPP itu, Kementerian Kesehatan (Kemkes) telah meminta agar sektor farmasi tidak dimasukkan dahulu sebagai produk yang wajib sertifikasi halal.

Ketua APINDO bidang kebijakan publik, Danang Grindrawardhana mengatakan, UU ini terlahir sudah bermasalah. Sehingga dalam penyusunan PP akan merepotkan. "Permasalah banyak sekali," kata Danang.

Persyaratan halal yang ada dalam ketentuan perundang-undangan ini tidak hanya berlaku bagi hasil akhir, tapi dalam juga dalam prosesnya. Kebijakan ini bila diterapkan bakal merubah posisioning dari industri.

Bila dilihat dari sisi perdagangan luar negeri, aturan ini membuat Indonesia tidak kompetitif. Di era perdagangan bebas yang telah menjadi komitmen pemerintah, hadirnya kebijakan ini akan bertolak belakang.

Selain itu, penerapan ini akan mengakibatkan cost produksi menjadi lebih mahal. Aturan ini juga akan memuncuklan pungutan-pungutan baru yang memberatkan pelaku usaha. "Bila secara filosofi tidak bermanfaat baik tidak perlu dipaksakan," kata Danang.

Ketua bidang teknis dan ilmiah persatuan perusahaan kosmetika Indonesia (Perkosmi) Dewi Rijah Sari mengatakan, untuk memajukan potensi bisnis halal tidak perlu dibuat aturan ini. "Bisa lebih maju tanpa UU ini," kata Dewi.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×