kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Peningkatan PPN dan PPh bukan hanya soal konsumsi


Kamis, 27 Juli 2017 / 19:35 WIB
Peningkatan PPN dan PPh bukan hanya soal konsumsi


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Dunia usaha melihat kondisi ekonomi makro dalam negeri baik, namun dari segi mikro mengkhawatirkan. Hal ini lantaran adanya penurunan penjualan di beberapa sektor, seperti ritel dan properti.

Namun demikian, di sisi lain pajak terus tumbuh. Setoran PPN (pajak pertambahan nilai) hingga Juni 2017 mencapai Rp 191 triliun atau naik sebesar 26,2% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Adapun PPh 25/29 wajib pajak orang pribadi naik cukup tajam mencapai Rp 5,8 triliun atau naik 55,5% dibandingkan dengan semester pertama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 3,7 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, biasanya penerimaan pajak memang sejalan dengan kondisi perekonomian, namun tidak selalu. Dalam hal ini, ia melihat bahwa pertumbuhan pajak ini ditopang oleh sektor perekonomian lainnya yang bertumbuh.

“Yang didengar selama ini ritel saja, sementara sektor ekonomi ada dari pertambangan, pertanian, konstruksi, perdagangan, transportasi, jasa keuangan. Jadi, banyak sektor-sektor lain (yang positif), sehingga bila ada sektor yang mengeluhkan kelesuan, kami akan lihat sektor-sektor lainnya juga,” katanya usai sidang paripurna di Gedung DPR, Kamis (27/7).

Meski demikian, menurut Sri Mulyani, pemerintah akan tetap merespon keluhan-keluhan yang ada soal daya beli dari pelaku pasar, “Kami akan lihat apakah ini mempengaruhi ekonomi di semester kedua. Kalau beberapa impor dari bahan baku dan bahan modal, juga ekspor kita tetap positif. Itu berarti kegiatan di sektor manufaktur positif,” ujarnya.

Bank Indonesia (BI) sendiri meramal pertumbuhan ekonomi tahun ini tak sekuat yang diperkirakan sebelumnya. Faktor penyebab utama adalah konsumsi rumah tangga yang melambat, khususnya di kuartal kedua tahun ini.

Adapun Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melihat ada kekhawatiran dari prospek ekonomi pada triwulan selanjutnya pada tahun ini di mana retail sales yang lemah di triwulan II. Segala kategori retail sangat lemah, mulai dari baju sampai petasan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Widjaja Kamdani menyatakan, kondisi makro dalam negeri baik, namun dari segi mikro jelek.

“Makro baik, mikro jelek. Ini adalah sebuah kendala. Semua sektor, ritel, properti di Indonesia juga masih dalam kendala. Penjualan mi instan saja turun 4%. Jadi, kalau sudah pengaruh ke makanan minuman, sangat mengkhawatirkan kondisi mikro,” kata Shinta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×