Reporter: Handoyo | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Perusahaan outsourcing atau alih daya minta kelonggaran aturan. Pasalnya, kebijakan yang telah ada saat ini terlalu detail dan mengekang perusahaan alih daya, sehingga ruang geraknya menjadi terbatas.
Salah satu yang dikeluhkan oleh perusahaan alih daya adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2012 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain.
Beberapa poin dalam ketentuan itu yang minta untuk segera direvisi adalah terkait dengan persyaratan pelaporan kepada kementerian terkait bila menggunakan tenagakerja outsourcing dari perusahaan pengguna dengan pihak vendor.
Selain itu, ada pula pembatasan waktu tenaga kerja pada masa kontrak maksimal 3 tahun. "Dibandingkan dengan negara-negara lain, peraturan tentang outsourcing di Indonesia terlalu rigid," kata Komite Tetap Sertifikasi Kompetensi Tenaga Kerja Kadin, Iftida Yasar, Kamis (9/2).
Padahal, perusahaan outsourcing menjadi salah satu solusi bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas masyarakat. Seperti diketahui, selama ini sebesar 60% dari angkatan kerja di Indonesia berada di sektor informal. Dengan bergabung di perusahaan outsourcing, maka mereka akan mendapat pelatihan pekerjaan yang lebih baik.
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (Abadi) Hadi Busono mengatakan, tujuan yang dilakukan perusahaan untuk bekerja sama dengan perusahaan alih daya tidak semata-mata menghindarkan hak-hak pekerja. Namun, lebih kearah efisiensi dan spesialisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News