kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Pengurangan subsidi energi kontraproduktif dengan target pertumbuhan ekonomi


Jumat, 06 September 2019 / 19:03 WIB
Pengurangan subsidi energi kontraproduktif dengan target pertumbuhan ekonomi
ILUSTRASI. Menkeu Sri Mulyani


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah dan DPR sepakat menurunkan anggaran belanja subsidi energi sebesar Rp 12,1 triliun dari pagu dalam RAPBN 2020 sebelumnya menjadi Rp 125,3 triliun.

Dengan demikian, anggaran subsidi energi tersebut lebih rendah dari proyeksi (outlook) realisasi subsidi energi sepanjang tahun ini yaitu Rp 142,59 triliun.

Baca Juga: Sejumlah negara diambang resesi, bagaimana ketahanan ekonomi Indonesia?

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Muhammad Faisal menilai penurunan belanja subsidi energi akan menambah tantangan pemerintah dalam upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 5,3%. 

Pasalnya, pemerintah menyebut konsumsi rumah tangga dan investasi akan menjadi tumpuan utama pertumbuhan tahun depan. “Kalau mau mengandalkan konsumsi rumah tangga, ini kontraproduktif dengan menurunkan harga subsidi karena tidak mendukung daya beli masyarakat,” ujar Faisal, Jumat (6/9). 

Secara porsi, konsumsi 40% masyarakat golongan berpendapatan rendah menyumbang 17% terhadap keseluruhan konsumsi rumah tangga. Sementara, 60% masyarakat golongan berpendapatan menengah dan atas berkontribusi 83% terhadap total konsumsi rumah tangga. 

Meski pengurangan subsidi energi paling berdampak pada 40% golongan berpendapatan rendah yang kontribusinya kecil terhadap total konsumsi, Faisal menilai ini tetap memengaruhi pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara keseluruhan. 

Baca Juga: Belanja negara naik Rp 11,6 triliun dalam postur sementara RAPBN 2020

Belum lagi, jika harga minyak mentah tahun depan bergejolak dan mengarah naik, tekanan yang dihadapi masyarakat golongan berpendapatan rendah akan semakin besar.  “Harus diingat bahwa faktor penentu harga minyak mentah itu tidak hanya suplai dan permintaan, tapi juga faktor geopolitik yang bisa muncul kapan saja,” tutur Faisal. 

Tambah juga, Banggar meminta pemerintah tidak lagi memberlakukan kurang bayar subsidi mulai tahun depan. Artinya, kenaikan harga barang yang disubsidi tidak boleh lagi ditanggung pemerintah jika telah melebihi pagu subsidi yang telah ditetapkan.

Dengan kata lain, dampak kenaikan harga akan sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat. 

Baca Juga: Pemerintah dan DPR sepakat target pendapatan negara naik jadi Rp 2.333 triliun 2020

Menteri Keuangan Sri Mulyani usai rapat kerja dengan Banggar, Jumat (6/9) mengatakan, pemihakan pemerintah terhadap masyarakat kurang mampu dalam APBN 2020 sangat besar. Ia meminta agar DPR dan masyarakat melihat secara keseluruhan susunan APBN. 

“Jangan lihat hanya sepotong-potong, tapi lihatlah secara keseluruhan postur. Anggaran pendidikan kita naikkan, anggaran kesehatan juga naik melebihi porsi wajibnya 5% dari belanja negara, anggaran infrastruktur dasar, bantuan sembako, dan sebagainya,” tuturnya. 

Sri Mulyani juga menegaskan, menurunnya anggaran subsidi energi lebih dipengaruhi oleh berubahnya asumsi dasar ICP dari sebelumnya US$ 65 (RAPBN 2020) menjadi US$ 63 per barel. 

“Ini tidak menurunkan apa-apa, hanya implikasi penurunan dari perubahan asumsi,” tandas dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×