CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.860   -72,00   -0,46%
  • IDX 7.215   -94,11   -1,29%
  • KOMPAS100 1.103   -14,64   -1,31%
  • LQ45 876   -10,76   -1,21%
  • ISSI 218   -3,03   -1,37%
  • IDX30 448   -5,87   -1,29%
  • IDXHIDIV20 540   -6,91   -1,26%
  • IDX80 126   -1,77   -1,38%
  • IDXV30 135   -1,94   -1,41%
  • IDXQ30 149   -1,85   -1,22%

Pengamat politik: Gerakan #2019GantiPresiden terkesan memaksa


Selasa, 04 September 2018 / 08:00 WIB
Pengamat politik: Gerakan #2019GantiPresiden terkesan memaksa


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat politik dan peneliti Indonesian Public Institute (IPI) Jerry Massie menduga gerakan #2019GantiPresiden memiliki kolerasi dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

"Pada dasarnya HTI memang kader mereka (PKS), jadi semua kemungkinan itu, bahwa gerakan #2019GantiPresiden memiliki korelasi dengan HTI juga benar adanya.," ujar Jerry dalam keterangannya, Senin (3/9).

Jeery menjelaskan, sebagai kelompok yang menginginkan pergantian kekuasaan, dan ingin menggolkan faham dan ajaran mereka, maka HTI tetap harus menempel di partai. Pilihan paling mungkin di partai pengusung Prabowo, yakni PKS yang memiliki kesamaan basis gerakan.

Menurut Jerry, setiap gagasan sah disampaikan. Namun dalam kasus #2019GantiPresiden terkesan memaksakan dan terburu-buru. Padahal momen kampanye juga belum berjalan. Juga, terkesan memaksakan.

Padahal, jika terus dipaksakan, maka akan memancing kelompok lain. Ujungnya tercipta chaos. Apalagi dilakukan terbuka di tengah keramaian.  Seperti terjadi dalam kasus Neno Warisman dan Ahmad Dani yang ditolak karena menyampaikan isu-isu yang cenderung provokatif.

"Bisa terjadi chaos apalagi dilakukan terbuka. Kan Neno ditolak di beberapa daerah di Babel dan Riau bahkan Ahmad Dani di Surabaya," kata dia.

Ia menegaskan, setiap gerakan kampanye di publik memiliki batasan. Kelompok #2019GantiPresiden tak bisa kehendak dan memancing kelompok lain dengan berkeliling daerah secara terbuka.

Sehingga, pernyataan, Presiden Joko Widodo yang menyebut bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung prinsip bebas berkumpul dan berpendapat, tapi tetap harus santun, sudah sangat tepat. 

"Masyarakat jangan mudah terprovokasi, dengan gerakan seperti itu,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×